MAKASSAR, UNHAS.TV - Di era kejayaan Disney, dongeng klasik selalu menjadi jaminan sukses. Namun, kali ini, Snow White justru terjerembab dalam jurang kegagalan. Film yang diharapkan menjadi gebrakan baru bagi Disney ini malah menjadi salah satu film dengan performa terburuk dalam beberapa tahun terakhir.
Pada pemutaran perdananya di Amerika Serikat, Snow White hanya meraup $3,5 juta dalam sesi preview pada Kamis malam. Proyeksi pendapatan akhir pekan pembukaannya pun tak menggembirakan—hanya berkisar $45-55 juta. Angka ini jauh dari harapan, terutama jika dibandingkan dengan biaya produksi yang membengkak hingga $240 juta.
Tak hanya gagal menarik penonton, film ini juga dihantam kritik bertubi-tubi. IMDb mencatat rating hanya 2,4/10, sedangkan Rotten Tomatoes menunjukkan skor 44%—angka yang mencerminkan kekecewaan baik dari kritikus maupun penonton umum (Daily Mail, 23 Maret 2025).
Dari Dongeng ke Drama Kontroversi
Kegagalan Snow White tak bisa dilepaskan dari badai kontroversi yang mengiringi perjalanannya. Sejak diumumkan, film ini telah menuai polemik. Salah satu faktor pemicunya adalah pernyataan Rachel Zegler, pemeran utama yang berulang kali mengkritik film animasi aslinya.
Dalam berbagai wawancara, Zegler menyebut bahwa versi klasik Snow White and the Seven Dwarfs (1937) "sudah ketinggalan zaman" dan menganggap kisah cinta putri salju sebagai sesuatu yang "tidak relevan bagi perempuan modern." Pernyataan ini justru membuat banyak penggemar Disney meradang. Alih-alih menarik penonton baru, film ini justru membuat basis penggemar lama menjauh.
Kontroversi semakin memanas dengan keputusan Disney menghilangkan tujuh kurcaci ikonik dan menggantinya dengan karakter yang lebih "inklusif".
Langkah ini, meskipun dilakukan dengan niat baik, justru memperburuk citra film di mata penonton yang menganggapnya sebagai upaya yang terlalu "woke" dan mengabaikan esensi dari cerita asli.
Disney dan Krisis Identitas
Kegagalan Snow White menambah daftar panjang film live-action Disney yang kurang mendapat sambutan. Beberapa tahun terakhir, strategi remake Disney memang tampak kehilangan sihirnya. Film seperti The Little Mermaid (2023) juga menghadapi reaksi serupa, di mana penonton lebih fokus pada kontroversi ketimbang kualitas film itu sendiri.
Ke depan, Disney dihadapkan pada dilema besar: tetap bertahan dengan pendekatan modernisasi yang agresif atau kembali ke akar klasiknya yang lebih setia pada cerita asli.
Snow White kini menjadi cermin bagi raksasa hiburan ini—bahwa tak semua dongeng bisa dengan mudah diubah tanpa konsekuensi.
Satu hal yang pasti, kali ini, cermin ajaib tak akan menjawab bahwa Snow White adalah yang tercantik di antara semuanya.