MAKASSAR, UNHAS.TV - Departemen Sastra Jepang Universitas Hasanuddin (Unhas) menggelar Chanoyu Workshop dengan tema “Experiencing the Spirit of Japanese Tea Ceremony” di Aula Mattulada, Fakultas Ilmu Budaya (FIB), Selasa (16/9/2025).
Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan pemahaman dan pengalaman mendalam bagi mahasiswa terkait makna di balik upacara minum teh tradisional Jepang.
Sebagai pembicara, hadir Prof Ishizuka Osamu dari University of Tsukuba, Jepang. Ia menjelaskan bahwa upacara minum teh memiliki makna personal bagi setiap orang.
Menurutnya, sama seperti teh yang tidak bisa dikembalikan setelah dituangkan, setiap tindakan yang diambil harus melalui pertimbangan matang.
"Teh itu ketika sudah dituangkan, sudah tidak bisa lagi dikembalikan, oleh karena itu pentingnya kita mempertimbangkan segala sesuatu sebelum kita melakukannya," ujar Prof. Ishizuka.
Ia menambahkan, teh juga melambangkan kedamaian, di mana semua orang bisa menikmatinya tanpa memandang agama, ras, maupun negara.
Ketua Departemen Sastra Jepang Unhas, Fithyani Anwar SS MA PhD, menjelaskan bahwa upacara minum teh di Jepang berbeda dengan tradisi minum teh pada umumnya di Indonesia.
"Tadi itu upacara minum teh, kalau minum teh di Jepang bukan seperti kita di Indonesia yang langsung diminum saja, mereka itu seperti ada club-nya," ungkap Fithyani.
Ia menambahkan, upacara ini melatih kesabaran dan ketenangan karena setiap gerakannya memiliki etika dan aturan ketat, mulai dari cara duduk, makan, hingga berbicara. "Jadi kenapa harus dilatih?, karena itu harus pelan-pelan dan penuh kesabaran," katanya.
"Termasuk pada saat mengocok matcha-nya itu juga ada aturannya jadi dengan lewat upacara minum teh itu melatih bagaimana kita bisa mengikuti aturan dan bersabar nan tenang melakukan sesuatu," tambahnya.
Dekan Fakultas Ilmu Budaya Unhas, Prof Dr Andi Muhammad Akhmar SS MHum, berharap tradisi semacam ini dapat terus dikembangkan.
"Semoga tradisi seperti ini bisa kita jalankan, untuk pengembangan kebudayaan, terutama tradisi-tradisi masyarakat Jepang," ujarnya.
Ia juga berharap tradisi serupa dari suku Bugis Makassar atau daerah lain di Indonesia juga dapat dikembangkan.
(Amina Rahma Ahmad / Zulkarnaen Jumar / Unhas.TV)