
Zohran Mamdani bersama istrinya menyapa para pendukung usai diumumkan sebagai pemenang pemilihan Wali Kota New York City, dalam acara pidato kemenangan yang digelar di Brooklyn, New York. Latar belakang panggung menampilkan slogan kampanye “Zohran for New York City” dengan deretan bendera resmi kota dan negara bagian.
5. Energi Kiri Progresif dan Mobilisasi Massa Akar Rumput
Kemenangan Mamdani adalah buah kerja keras jaringan progresif dalam Partai Demokrat, kelompok serikat pekerja, serta ribuan relawan muda. Dengan sumbangan kecil berbasis komunitas dan antusiasme akar rumput, kampanyenya tampil sebagai salah satu yang paling hidup dan otentik dalam beberapa tahun terakhir.
“Apakah Anda setuju dengannya atau tidak, Anda tak bisa mengabaikannya,” ungkap seorang ahli strategi Demokrat kepada The Hill. “Inilah cara baru memaknai perjuangan politik—bukan sekadar mengulang yang lama.”
6) Berani Melawan Kebijakan Donald Trump
Di detik-detik akhir pemilihan (5 November 2025 waktu New York), Donald Trump ikut turun gelanggang: ia menyebut Zohran Mamdani “komunis” dan bahkan mengancam akan memangkas dana federal untuk New York bila Mamdani menang. Ancaman itu disiarkan lewat Truth Social dan diwawancarai berbagai media, sementara Trump secara terang-terangan memberi isyarat dukungan pada Andrew Cuomo. Secara hukum, presiden tidak bisa semena-mena memotong kucuran dana federal tanpa Kongres—dan ini segera dipatahkan para pakar hukum tata negara dalam liputan harian internasional. Namun secara politik, ancaman itu mengubah irama kampanye: Mamdani memposisikan diri sebagai “wali kota yang berdiri tegak melawan intimidasi Washington,” lalu menutup pidato kemenangannya dengan serangan balik, berjanji memberantas korupsi, menindak tuan tanah serakah, serta memperkuat perlindungan buruh—sebuah kontra-narasi yang menggalang solidaritas lintas kelas di kota yang letih oleh krisis biaya hidup. Hasilnya: Cuomo berakhir mengakui kekalahan, sementara serangan Trump gagal menghentikan gelombang pemilih yang mencari perubahan.
Mengapa ini meyakinkan? Konflik yang jelas (Trump vs. Mamdani) memudahkan pemilih membaca garis pertarungan: status quo vs. agenda keterjangkauan.
Efek bumerang: label “komunis” dan ancaman dana federal justru mempersatukan pemilih perkotaan yang menolak gaya politik hukuman, sekaligus menegaskan integritas Mamdani untuk melawan pusat kekuasaan. Data malam pemilihan menunjukkan Demokrat menang lebar di berbagai ajang, mengindikasikan bahwa garis serangan Trump hari itu kontraproduktif.

Zohran Mamdani menyampaikan pidato kampanye dengan slogan “Our Time Has Come” di hadapan para pendukungnya, didampingi relawan dan perwakilan serikat pekerja, dalam sebuah acara kampanye di New York City.
7) Kefasihan Berbahasa Arab yang Strategis—Bukan Gimmick
Sepekan menuju hari-H, Mamdani merilis video kampanye berbahasa Arab—ringkas, cair, dan jenaka—yang langsung viral di kalangan komunitas Arab New York. Dalam pidato kemenangannya, ia kembali menyelipkan empat kata Arab yang sarat makna, “Ana minkum wa ilaykum” (“Aku bagian dari kalian dan bekerja untuk kalian”), sebagai penanda bahwa pemerintahannya hendak merangkul kelompok-kelompok yang lama merasa tak terlihat.
Mengapa ini efektif, secara data dan riset? Basis demografis yang nyata. Negara Bagian New York diperkirakan menampung ±300.000 warga keturunan Arab (ACS 2022), sementara ±130.000 penduduk di New York melaporkan berbahasa Arab di rumah (ACS 2020). Itu komunitas besar yang terdistribusi dari Queens (Steinway Street) hingga Brooklyn—wilayah lapangan utama kampanye.
Efek mobilisasi bilingual: Sejumlah eksperimen lapangan menunjukkan komunikasi politik dwibahasa meningkatkan partisipasi—terutama ketika pesan dikemas relevan secara budaya dan dibawa figur tepercaya. Strategi Mamdani—menggabungkan Arab (dan, pada momen lain, Spanyol) dengan isu keterjangkauan—sesuai temuan riset ini: bahasa membuka pintu emosi dan identitas; kebijakan konkret mengunci dukungan.
Resonansi identitas di momen polarisasi: Di tengah retorika yang memanaskan isu agama dan etnis selama kampanye, penggunaan Arab bukan sekadar “bahasa minoritas,” melainkan sinyal inklusi politik bagi Muslim, komunitas MENA, dan warga imigran yang lebih luas—sekaligus jawaban elegan terhadap serangan Islamofobia.
Bukti performatifnya? Video berbahasa Arab Mamdani diberitakan lintas media internasional (dari The New Arab hingga Hindustan Times dan Jerusalem Post)—artinya gaungnya menembus gelembung lokal, memperluas framing dirinya sebagai pemimpin kota global. Ketika lawannya menyoal “siapa yang pantas memimpin,” Mamdani menjawab dengan bahasa—dan itu berbicara lebih keras dari slogan.
Makna Kemenangan
Para pengamat menilai kemenangan Zohran Mamdani bukan sekadar kemenangan personal. Ini adalah cermin perubahan selera politik di Amerika Serikat: isu ekonomi, perumahan terjangkau, dan kesejahteraan rakyat kini mengalahkan retorika keamanan tradisional yang diusung politisi lama seperti Andrew Cuomo.
Di tengah krisis sosial-ekonomi dan polarisasi politik yang makin menajam, warga New York tampaknya telah memilih suara baru yang lebih berani, lebih dekat, dan — bagi sebagian anak muda — lebih mewakili masa depan. (*)




-300x183.webp)



