News

Disebut Terlibat TPPO, Ini Tanggapan Kuasa Hukum Tersangka Kasus Ferienjob

Peluang itu ternyata dilirik oleh PT SHBK yang punya kerja sama dengan lembaga penyedia pekerjaan di Jerman.

SHBK ini kemudian menawarkan kerja sama dengan Cvgen yang berpengalaman sebagai patform portal website informasi ketenagakerjaan. Maka dimulailah penerimaan setiap tahun sejak 2002.

Cvgen mendapat tugas menyebarkan informasi itu sehingga menarik minat banyak kampus dan mahasiswa.

Pada kerja sama itu, Cvgen hanya bertugas memberikan informasi mengenai proses pendaftaran dan pengumuman kelulusan. Cvgen juga diberi tugas untuk memungut biaya pendaftaran peserta.

Adapun SHBK kemudian menjalin kerja sama dengan beberapa perguruan tinggi untuk mendapatkan mahasiwa yang tertarik mengikuti Ferienjob. SHBK juga memproses peserta Ferienjob dan menyalurkan peserta ke sejumlah perusahaan melalui mitranya di Jerman. Dua tahun berjalan, tidak ada masalah.

Masalah baru muncul pada Desember 2003, ketika empat mahasiswa asal Indonesia peserta Ferienjob mengadu ke Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Berlin, Jerman. Mereka mengaku dieksploitasi dan bekerja nonprosedural.

Pendataan yang dilakukan KBRI ini menemukan ribuan mahasiswa itu berasal dari puluhan perguruan tinggi di Indonesia. Sebagian ikut karena sukarela, sebagian lagi karena kerjasama perguruan tinggi dengan pihak agen. Pendataan ini kemudian berlanjut ke Polri sehingga muncul dugaan TPPO dan penetapan tersangka.

"Selama ini lancar, tidak ada masalah. Empat orang ini mungkin punya masalah pribadi. Mungkin tidak mampu beradaptasi kondisi di Jerman: cuaca atau cara kerja, atau tidak tahu sama sekali mengenai Ferienjob ini," kata Agus Amri.

Makanya, ia heran bila kemudian Bareskrim Polri menyebut kasus itu sebagai TPPO. Agus Amri pun menyesalkan tindakan phak SHBK yang terkesan berlepas tangan dan seolah-olah ini kesalahan kliennya.

"Polisi jangan lebai-lah. Jangan terlalu gampang menilai ini human traficking. Parahnya, kampus ikut-ikutan khawatir dengan dugaan TPPO khawatir di eksploitas. Ayo, dicek lagi apa itu TPPO? Ini cuma masalah tata kelola saja," katanya.

Kendati demikian, Agus Amri, tidak memungkiri ada peluang eksploitasi terhadap empat orang itu. Namun kasus empat orang itu tidak bisa dijadikan dasar untuk menyebut ribuan mahasiswa Indonesia mengalami hal serupa karena faktanya, banyak mahasiswa Indonesia yang sudah pulang mengaku puas dapat kesempatan ikut Ferienjob.

"Ayo, Unhas TV. Tanya ke pakar-pakar hukum di Unhas, apakah ini masuk TPPO. TPPO itu melibatkan korban golongan rentan: perempuan, anak. Ini kan tidak. Masak kampus yang diisi orang pintar, mau begitu saja masuk jerat perdagangan orang?" tegas Agus.

Senada dengan Agus Amri, Direktur Eksekutif Migrant Watch Aznil Tan juga menyebut kasus ini bukan bagian dari TPPO.

"Kok begitu entengnya kepolisian menyeret kasus mahasiswa yang ikut program Ferienjob di Jerman adalah TPPO. Itu sangat sadis dan keliru. Apakah ini karena kepolisian tidak mengerti definisi TPPO atau bentuk kriminalisasi pada perguruan tinggi," kata Aznil Tan sebagaimana dikutip dari situs Medcom.

Aznil Tan menjelaskan kasus menimpa 1.047 mahasiswa mengikut program fereinjob di Jerman tidak memenuhi syarat atau unsur TPPO. Ia menegaskan TPPO itu adalah kejahatan luar biasa terhadap harkat martabat manusia.(amir pr)