UNHAS.TV - Petani aren di Desa Daala Timur, Kabupaten Polewali Mandar kini punya kebanggaan baru. Setelah puluhan tahun hanya menjual gula aren dalam bentuk cetakan batok, mereka kini meluncurkan produk turunan bernilai tambah: gula semut organik.
Produk ini diproses higienis, ramah lingkungan, dan mulai diarahkan untuk menembus pasar nasional bahkan ekspor. Produk unggulan turunan gula aren ini lahir dari kerja sama petani, UMKM lokal, mahasiswa KKN, dan pemerintah daerah.
Peluncuran resmi dilakukan pada Kamis (21/8/2025) disaksikan aparat desa, mahasiswa pengabdian masyarakat Yayasan Kalla-KKN Unhas 2025, serta kelompok tani penyadap nira. UMKM lokal milik Muhiddin menjadi motor penggerak, didukung pemerintah daerah dan petani setempat.
“Ini langkah maju bagi petani aren. Dengan gula semut, nilai jual nira bisa naik berlipat, bukan hanya untuk konsumsi lokal tapi juga punya daya saing global,” kata Muhiddin, pengusaha UMKM yang membina kelompok tani gula aren di Daala Timur.
Produk gula semut ini diolah dari nira aren pilihan. Prosesnya menggunakan metode pengolahan higienis dengan kadar air rendah sehingga menghasilkan butiran halus, kering, dan awet disimpan. Untuk menjaga mutu, pengemasan dilakukan dengan standar premium menggunakan bahan ramah lingkungan.
Menurut Muh. Ardiansyah, mahasiswa KKN Unhas yang menjadi pendamping, gula semut organik Daala Timur sudah mengikuti uji kualitas. “Produk ini siap bersaing di pasar nasional, bahkan beberapa pembeli luar negeri mulai menunjukkan minat,” ujarnya.
Harapan Baru Petani Aren
Kelompok Tani Aren Desa Daala Timur selama ini hanya mengandalkan penjualan gula cetak untuk kebutuhan pasar tradisional. Harga yang fluktuatif sering membuat petani merugi. Dengan gula semut, peluang pasar lebih luas.
“Petani bisa dapat harga lebih baik. Selain itu, ada peluang usaha baru untuk ibu-ibu rumah tangga dalam pengemasan dan pemasaran,” kata Kepala Desa Daala Timur dalam sambutannya.
Gula semut memiliki pasar potensial, terutama di kalangan konsumen yang mencari produk sehat, organik, dan rendah glikemik. Segmen ini tengah tumbuh di kota-kota besar Indonesia serta mancanegara, seperti Jepang dan Eropa.
Selain memberi nilai ekonomi, gula semut ini juga diproduksi dengan pendekatan ramah lingkungan. Limbah produksi diolah kembali, sementara bahan kemasan dipilih dari material yang bisa didaur ulang.
“Gula semut ini bukan sekadar produk, tetapi gerakan desa untuk hidup sehat, mandiri, dan berdaya saing,” ujar salah seorang anggota kelompok tani.
Pemerintah daerah menyambut positif inisiatif ini. Mereka menyebut Daala Timur berpeluang menjadi sentra gula semut di Polewali Mandar. Bahkan, jika konsistensi produksi terjaga, desa ini bisa masuk dalam peta ekspor komoditas organik.
Dengan semangat gotong royong dan dukungan berbagai pihak, Desa Daala Timur kini melangkah mantap. Dari tetesan nira aren yang dideres petani, lahirlah butiran gula semut yang manis, sehat, dan berdaya saing global. (*)