Namun, penanganannya baru dapat dilakukan apabila ada persetujuan dari korban, mengingat pelecehan seksual merupakan delik aduan yang memiliki kekuatan hukum yang mengikat sesuai dengan Undang-Undang nomor 12 tahun 2022 tentang tindak pidana kekerasan seksual.
UU ini mengatur mengenai pencegahan segala bentuk tindak pidana kekerasan seksual; penanganan, pelindungan, dan pemulihan hak korban.
Istiana Tajuddin mengungkapkan sejumlah alasan mengapa pelaku kekerasan seksual seringkali melancarkan aksinya. Salah satunya adalah akibat ketidaktahuan mereka atau rendahnya daya kritis masyarakat yang membuat mereka menganggap tindakan tersebut sebagai sesuatu yang normal.
Selain itu, akses terhadap informasi yang berbau pornografi dan budaya yang hidup di masyarakat juga menjadi faktor penyebab tindakan pelecehan seksual yang sering terjadi.
Sebagai upaya pencegahan, menurutnya, penting bagi para keluarga untuk dibekali ilmu pengasuhan dan memberikan pendidikan seks kepada anak-anak sejak dini, termasuk mengajarkan area mana yang boleh dan tidak boleh disentuh oleh orang lain.
Selain fokus pada upaya pencegahan dan pemulihan bagi korban, Istiana juga merasa penting untuk memberikan konseling lebih lanjut kepada para pelaku agar memahami dinamika yang terjadi dan mendorong mereka untuk menghindari perilaku kekerasan seksual.
Dinormalisasinya pelecehan seksual tentu sangat disayangkan karena dengan alasan apapun itu, perbuatan pelecehan seksual tidak dapat dibenarkan. Dan sebagai masyarakat, sudah seharusnya untuk saling mendukung demi menciptakan ruang yang inklusif bagi siapapun untuk beraktivitas.
Husna/Ical