Kesehatan

Kenali Risiko Tendinitis Sejak Dini, Awal yang Ringan Akhir yang Berat

UNHAS.TV - Nyeri kecil di sekitar sendi sering kali dianggap remeh. Namun di balik rasa sakit yang tak seberapa itu, bisa bersembunyi masalah besar: tendinitis.

Gangguan ini bukan sekadar keluhan sementara. Jika tak ditangani sejak awal, tendinitis bisa berkembang menjadi cedera kronis yang mengganggu aktivitas harian bahkan mengancam karier atletik seseorang.

Tendinitis adalah peradangan pada tendon, jaringan ikat yang menghubungkan otot dengan tulang. Menurut American College of Rheumatology, tendinitis menyumbang 30% kasus cedera olahraga dan menjadi salah satu penyebab utama keterbatasan aktivitas pada kelompok usia produktif.

“Tanda awalnya sederhana: nyeri ringan setelah aktivitas atau rasa kaku saat menggerakkan sendi,” ujar Ketua Prodi Fisioterapi Fakultas Keperawatan Unhas Irianto SFt Physio MKes di Makassar, saat ditemui Unhas.TV, Kamis (24/4/2025).

“Tapi justru di fase inilah penting untuk segera melakukan intervensi, bukan menunggu hingga kerusakan tendon semakin parah,” tegasnya.

Nyeri biasanya muncul pada area seperti bahu, siku, pergelangan tangan, lutut, atau tumit — bagian-bagian yang mendapat tekanan berulang.

Tendinitis sering kali menyerang mereka yang menjalani aktivitas repetitif, mulai dari atlet tenis, pekerja kantoran yang mengetik berjam-jam, hingga ibu rumah tangga yang kerap mengangkat beban berat.

Berdasarkan studi yang dipublikasikan dalam Journal of Orthopaedic Research, ketidakpedulian terhadap gejala awal tendinitis dapat meningkatkan risiko berkembangnya kondisi menjadi tendinosis — degenerasi kronis tendon akibat peradangan yang tak kunjung membaik.

“Kalau sudah masuk tahap tendinosis, penyembuhannya bisa makan waktu berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun, kadang perlu tindakan pembedahan,” tambah Irianto.

“Padahal, jika dari awal saja langsung dilakukan istirahat, kompres es, serta fisioterapi ringan, pemulihannya sangat cepat.”

Data dari Mayo Clinic juga menunjukkan, sekitar 10-15% pasien tendinitis yang diabaikan harus menjalani operasi akibat robekan tendon.

Risiko meningkat tajam bagi mereka yang berusia di atas 40 tahun, karena elastisitas tendon secara alami menurun seiring bertambahnya usia.

Beberapa faktor risiko lain termasuk teknik olahraga yang salah, kondisi biomekanik tubuh yang kurang ideal, hingga penggunaan sepatu yang tidak sesuai untuk aktivitas fisik.

Untuk mencegah tendinitis, para ahli merekomendasikan prinsip sederhana: listen to your body. Ketika rasa tidak nyaman muncul, segera kurangi beban aktivitas, lakukan pendinginan otot, dan berikan waktu pemulihan yang cukup.

“Tubuh punya bahasa sendiri. Nyeri itu sinyal, bukan musuh,” kata Irianto. "Jika kita belajar mendengarkan, kita akan menghindari banyak masalah di masa depan."

Pada akhirnya, mengenali dan menanggapi gejala kecil seperti nyeri ringan bukanlah tindakan berlebihan. Justru itu bentuk kepedulian terhadap kesehatan diri sendiri. Karena dalam dunia medis, mengabaikan hal kecil bisa berujung pada penyesalan besar.

(Venny Septiani Semuel / Unhas.TV)