UNHAS.TV - Di era digital saat ini, minat baca masyarakat mengalami pergeseran signifikan dari literasi buku tradisional menuju literasi digital.
Akses informasi yang cepat dan praktis melalui perangkat digital membuat banyak orang lebih memilih membaca di layar daripada membuka halaman buku fisik.
Fenomena ini menimbulkan pertanyaan: apakah literasi digital dapat sepenuhnya menggantikan literasi buku, atau justru keduanya dapat saling melengkapi?
Sekretaris Perpustakaan Universitas Hasanuddin, Anshar Saud, S.Si., M.Farm., Apt., menekankan pentingnya menyeimbangkan literasi fisik dan digital untuk meningkatkan pemahaman dan daya ingat.
Ia juga menyoroti peran perpustakaan dalam mendorong kesadaran membaca buku fisik sambil memanfaatkan teknologi digital secara optimal.
Penelitian menunjukkan bahwa literasi, baik dalam bentuk membaca buku fisik maupun digital, berperan penting dalam pengembangan kemampuan berpikir kritis.

Sekretaris UPT Perpustakaan Unhas Anshar Saud. (dok Unhas.TV)
Kemampuan berpikir kritis merupakan proses intelektual di mana individu menilai kualitas pemikirannya secara reflektif, independen, jernih, dan rasional. Dengan kemampuan literasi yang baik, diharapkan kemampuan berpikir kritis pun akan meningkat.
Literasi digital, khususnya, memiliki peran krusial dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah. Studi literatur menunjukkan bahwa literasi digital dapat membentuk landasan kuat bagi peserta didik dalam mengembangkan kemampuan yang diperlukan di dunia modern ini.
"Namun, literasi buku fisik juga memiliki keunggulan tersendiri. Membaca buku fisik dapat meningkatkan konsentrasi dan pemahaman yang lebih mendalam dibandingkan membaca di layar," kata Anshar Saud.
Selain itu, interaksi dengan buku fisik dapat memberikan pengalaman sensorik yang unik, seperti merasakan tekstur kertas dan mencium aroma buku, yang tidak dapat digantikan oleh media digital.
Oleh karena itu, menyeimbangkan literasi digital dan literasi buku menjadi penting. Keduanya dapat saling melengkapi dalam meningkatkan kemampuan berpikir analitis dan kritis. Literasi digital memungkinkan akses informasi yang luas dan cepat, sementara literasi buku mendukung pemahaman yang lebih mendalam dan reflektif.
Perpustakaan dan institusi pendidikan memiliki peran strategis dalam memfasilitasi keseimbangan ini. Dengan menyediakan akses ke sumber daya digital dan koleksi buku fisik, serta mengadakan program literasi yang komprehensif, mereka dapat membantu masyarakat mengembangkan kemampuan literasi yang seimbang.
Pada akhirnya, literasi, baik digital maupun buku, adalah kunci untuk menghadapi tantangan di era informasi. Dengan kemampuan literasi yang baik, individu dapat berpikir kritis, membuat keputusan yang tepat, dan berkontribusi positif dalam masyarakat.
Untuk memahami lebih lanjut tentang pentingnya menyeimbangkan literasi digital dan literasi buku, Anda dapat menonton video berikut: