MAKASSAR, UNHAS.TV - Sulawesi Selatan (Sulsel) kembali mencatatkan namanya dalam sejarah dunia dengan penemuan lukisan gua tertua berusia 51.200 tahun.
Lukisan tertua di dunia adalah lukisan gua di Leang Karampuang, Sulawesi Selatan. Lukisan ini menggambarkan sosok mirip manusia berinteraksi dengan seekor babi hutan
Penemuan tersebut menjadi bukti nyata kecerdasan manusia purba dalam mengekspresikan diri. Penemuan ini memperkuat hipotesis bahwa seni bukan sekadar estetika, tetapi juga refleksi budaya dan intelektual manusia sejak zaman prasejarah.
Peneliti dan dosen Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Hasanuddin (Unhas), Andi Muhammad Saiful, S.S., M.A., dalam program Unhas Speak Up mengenai seni prasejarah, mengungkapkan bahwa kawasan karst yang kaya akan bebatuan menjadi lokasi potensial bagi penemuan peninggalan bersejarah.
"Kita harus mengidentifikasi di mana terdapat kawasan karst berbatu, karena di tempat-tempat seperti itulah kemungkinan besar terdapat jejak kehidupan manusia purba," ujarnya.

LUKISAN TERTUA. Dosen Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya Unhas Andi Muhammad Saiful SS MA saat tampil dalam Unhas Speak Up dengan teman Lukisan Gua Tertua di dunia ada di Sulawesi Selatan, pada 22 Februari 2025. (dok unhas.tv)
Salah satu penemuan paling spektakuler adalah lukisan berusia 51.200 tahun yang memiliki karakteristik unik dibandingkan dengan lukisan berusia 44.000 tahun yang ditemukan sebelumnya.
"Lukisan 51.200 tahun ini tampak menceritakan sebuah interaksi antara manusia dan hewan, berbeda dengan lukisan 44.000 tahun yang lebih menggambarkan sosok manusia dengan beberapa elemen hewan dalam satu komposisi," jelasnya.
Lukisan gua yang ditemukan di Sulawesi Selatan mayoritas menggambarkan hewan endemik, terutama babi dan anoa. Andi Muhammad Saiful menilai hal ini bukan tanpa alasan.
"Seni ini tidak hanya sekadar ekspresi, tetapi juga terkait erat dengan aspek ritual. Pertanyaan yang muncul adalah, mengapa hewan-hewan tersebut yang paling sering digambar? Hal ini menunjukkan adanya hubungan khusus antara manusia purba dengan lingkungan sekitarnya," paparnya.
Teknik yang digunakan dalam pembuatan lukisan tersebut juga menunjukkan kecerdasan manusia purba dalam memanfaatkan sumber daya alam.
"Mereka menggambar dengan berbagai cara, mulai dari penggunaan tangan secara langsung yang kemudian disembur dengan pigmen alami, hingga penggunaan alat seperti kayu," ungkapnya.
Pewarna yang digunakan pun memiliki daya tahan luar biasa, bertahan hingga lebih dari 50.000 tahun. Namun, ketahanan ini juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti angin dan kelembaban.
Dalam menentukan usia lukisan gua ini, para peneliti memanfaatkan teknologi modern seperti laser ablation dan teknik koraloid.
"Laser ablation memungkinkan kita menghitung usia lukisan secara lebih akurat, sementara teknik koraloid juga membantu dalam proses penentuan umur lapisan seni tersebut," jelasnya.
Universitas Hasanuddin (Unhas) turut berkontribusi dalam berbagai penelitian dan penemuan arkeologi di Sulawesi Selatan, termasuk identifikasi manusia berusia 7.000 tahun dan beragam peninggalan prasejarah lainnya.
Keberadaan lukisan gua ini tidak hanya menjadi kebanggaan, tetapi juga menegaskan pentingnya upaya konservasi untuk melindungi warisan budaya ini bagi generasi mendatang.
"Kita harus berbangga bahwa Sulawesi Selatan menjadi lokasi ditemukannya salah satu lukisan tertua di dunia. Dan keberadaan lukisan itu, kini telah dijaga pemerintah, karena menjadi aset warisan dunia," tegas Andi Muhammad Saiful.
"Tantangan kita ke depan adalah bagaimana menjaga dan melestarikan temuan ini agar tetap bertahan di tengah perubahan lingkungan dan waktu," lanjutnya.
Penemuan lukisan tertua di kabupaten Maros tersebut sekaligus mengubah pandangan masyarakat tentang manusia purba.
"Mereka bukan makhluk primitif yang hanya bertahan hidup, tetapi juga memiliki kemampuan luar biasa dalam mengekspresikan narasi melalui seni. Ini adalah bukti bahwa seni telah menjadi bagian dari kehidupan manusia sejak zaman yang sangat lampau," pungkasnya. (*)
(Andrea Ririn/Unhas.TV)