Kesehatan

Mengapa Menguap Bisa Menular? Mengapa Terkait Mirroring?

MAKASSAR, UNHAS.TV - Menguap adalah fenomena yang kompleks dan dipengaruhi oleh banyak faktor. Meskipun sering dikaitkan dengan rasa kantuk, ada banyak penyebab lain yang bisa memicu menguap. 

Seperti halnya tertawa dan bersedih, menguap bisa punya dampak menular. Apakah ini kaitannya dengan kedekatan emosional?  Dokter spesialis kejiwaan dari Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin punya penjelasan mengenai itu.

Menguap adalah suatu refleks tubuh yang sering dialami dan sering dikaitkan dengan rasa kantuk. Ketika seseorang menguap, saluran napas dan mulutnya akan terbuka lebar untuk menghirup udara sebanyak mungkin. Otot-otot pada rahang tenggorokan dan digraphma mmenengang untuk memperlebar saluran napas selama menguap. Proses ini biasanya terjadi dalam hitungan detik.

Menurut dokter spesialus kedokteran jiwa dari Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin (Unhas), dokter A Suheyra Syauki MKes, SpKJ, menguap terkait dengan sistem syaraf dan kimiawi di otot dan otak. Hormon tertentu seperti neurotransmitter di hipotalamus memicu proses menguap. Uniknya, ketika seseorang menguap, orang lain di sekitarnya bisa terpicu untuk melakukan hal serupa. 

"Dalam ilmu psikologi itu, biasanya ini dikaitkan dengan fenoemena mirroring (pencerminan). Mirroring artinya secara tidak sadar kita meniru bahasa, perilaku, ucapan, dan ekspresi orang-orang, yang secara emosional dekat dengan kita. Menurut ilmu psikologi, meniru tindakan menguap itu adalah cara nonverbal menunjukkan kita punya empati. Makanya, tidak semua orang bisa ikut menguap karena hanya yang punya kedekatan emosional yang bisa melakukan itu," ujarnya kepada Unhas TV.

Mirroring atau pencerminan adalah mekanisme otak yang sangat dasar dan membantu kita untuk membangun koneksi sosial. Ini ada kaitannya dengan neuron cermin yang berperan penting dalam proses ini. 

Ketika kita melihat seseorang melakukan suatu tindakan, neuron cermin kita akan aktif seolah-olah kita sedang melakukan tindakan itu sendiri. Selain terkait empati, simpati juga berperan. Ketika kita melihat orang lain menguap, kita mungkin merasa kasihan atau ingin menenangkan mereka.

Kembali ke soal menguap, menguap tak melulu soal kantuk. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa menguap membantu mendinginkan otak. Menguap juga membantu seseorang lebih waspada, lebih berkonsentrasi, dan lebih santai.

Dokter Suheyra menegaskan, walau menguap adalah hal normal, namun tetap harus dalam frekuensi yang normal yakni sembilan kali dalam sehari. Bila lebih darii angka itu atau lebih dari 20 kali sehari, ini bisa menandakan kondisi kelelahan berlebihan atau masalah kesehatan seperti hipersomnia atau narcolepsy.(*)

Venny Septiani Semuel (Unhas TV)