Program
Unhas Figure

Meski Bukan Alumni, Arsjad Rasjid Sumbang Miliaran untuk Unhas




Dalam kajian sosiologi ingatan, pemberian nama pada sebuah gedung adalah cara untuk mengabadikan sesuatu dalam memori kolektif. Nama yang tersemat di sebuah ruang bukan sekadar tanda, tetapi sebuah cara agar sejarah terus diingat dan dikenang.

Dengan adanya Arsjad Rasjid Lecture Theater, nama Arsjad tidak hanya akan bertahan dalam lembaran biografi atau catatan bisnis, tetapi juga diingat oleh generasi akademik yang akan datang. Ia menjadi bagian dari sejarah kampus, bagian dari narasi pendidikan yang lebih besar.

Rektor Universitas Hasanuddin, dalam sambutannya, menyatakan, "Kontribusi yang diberikan oleh Bapak Arsjad Rasjid adalah bukti nyata bahwa kepedulian terhadap pendidikan tidak mengenal batas almamater. Kami sangat mengapresiasi dedikasi beliau dalam membantu menciptakan ruang dan kesempatan bagi mahasiswa kami."

Maka di kampus ini, di dalam ruang yang kini mengabadikan namanya, ia meninggalkan jejak. Sebuah tempat untuk bertanya, untuk mendengar, untuk mencari kemungkinan.

Nama yang diukir pada dinding bukan sekadar peresmian. Ia adalah upaya untuk membuat sesuatu tetap ada, lebih lama dari perjalanan manusia yang fana.

Barangkali, bertahun-tahun ke depan, akan ada mahasiswa yang bertanya siapa itu Arsjad Rasjid, dan mengapa namanya ada di sana.

Dan barangkali, seseorang akan menjawab: karena ada orang yang percaya pada sesuatu yang lebih besar dari dirinya sendiri. Karena ada seseorang yang tahu bahwa sebuah nama bisa berarti sebuah gagasan, sebuah kepedulian.

Dan mungkin, itulah cara abadi untuk tetap tinggal, untuk tetap mengabdi. Sebagaimana tertulis dalam Mars Universitas Hasanuddin: "Gelora pantaimu, lembah gunungmu, menjadi tempat mengabdi."


*Penulis adalah blogger, peneliti, dan digital strategist. Lulus di Unhas, UI, dan Ohio University, Kini tinggal di Bogor, Jawa Barat.