Kesehatan

Microsleep: Tidur Sekejap Nyawa Melayang, Saat Otak Mati Suri di Tengah Aktivitas




Dokter Spesialis Saraf dr Raissa Alfaathir Heri SpN (IG @resalfaathir)


“Kafein tidak hanya ada di kopi,” kata Raissa. “Teh dan cokelat pun menyimpan stimulan serupa. Dan itu bisa bertahan di tubuh hingga enam jam.”

Ia juga mengingatkan bahwa olahraga malam memicu hormon kortisol—hormon stres—yang malah menghambat tidur lelap.

“Belum lagi makan terlalu larut, yang membuat sistem pencernaan tetap aktif saat tubuh seharusnya beristirahat,” ujar dokter RS. Hermina Makassar ini.

Ketika gaya hidup sehat tidak mampu mengatasi gangguan tidur, langkah selanjutnya adalah berkonsultasi dengan dokter.

Kadang, terapi tambahan seperti relaksasi, meditasi, hingga obat tertentu diperlukan untuk mengembalikan ritme sirkadian yang terganggu. “Microsleep bukan sekadar mengantuk. Ia sinyal bahwa otak sudah melewati batas kelelahan,” kata Raissa.

Bahaya microsleep semakin relevan di era kerja cepat dan tekanan multitugas. Di balik layar komputer atau kemudi mobil, banyak orang terjebak dalam ilusi produktivitas—tanpa menyadari tubuhnya sudah meminta berhenti.

Kondisi ini ibarat ‘mati suri’ mini pada otak, di mana sebagian area ‘off’ sementara bagian lain dipaksa tetap ‘on’.

Mereka yang paling rentan adalah para pekerja malam, sopir jarak jauh, dan pelajar dengan beban akademik tinggi. Tanpa penanganan, mereka berada dalam pusaran risiko tak kasatmata.

Apalagi microsleep tak bisa dilawan dengan tekad atau secangkir kopi. Ia datang diam-diam, lalu menjerat korban.

Microsleep mungkin cuma sekejap. Tapi jika terjadi saat seseorang sedang melintasi tikungan tajam atau mengoperasikan mesin berat, sekejap itu bisa berarti perpisahan seumur hidup.

Waspada sejak dini bukan hanya soal menjaga produktivitas, tapi menyelamatkan nyawa—termasuk nyawa orang lain.

(Andi Putri Najwah / Muh. Syaiful / Unhas.TV)