UNHAS.TV – Mikroplastik, partikel kecil dari plastik yang berukuran kurang dari lima milimeter, kini menjadi salah satu ancaman lingkungan terbesar di dunia.
Tak hanya mengancam kelestarian laut dan biota di dalamnya, partikel ini juga mulai mengendap dalam tubuh manusia, menimbulkan risiko serius bagi kesehatan jangka panjang.
Berbagai penelitian menyebutkan bahwa mikroplastik bisa masuk ke tubuh manusia melalui makanan laut, air minum, hingga udara yang terhirup.
Di Kota Makassar, isu ini menjadi perhatian serius kalangan akademisi, termasuk dosen Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin (Unhas).
Guru Besar Ekotoksikologi Perairan Unhas, Prof Dr Ir Khusnul Yaqin MSc menjelaskan bahwa jenis mikroplastik yang paling banyak ditemukan di lingkungan laut adalah mikroplastik sekunder.
Jenis mikroplastik ini berasal dari penguraian sampah plastik sehari-hari seperti kantong belanja, kemasan makanan, dan tekstil sintetis.
“Karena kita tidak bisa menghindari plastik. Mulai dari bangun tidur hingga tidur lagi, semuanya terkait dengan plastik,” ujarnya.

Guru Besar Ekotoksikologi Perairan Unhas Prof Dr Ir Khusnul Yaqin MSc. (dok unhas.tv)
Prof. Khusnul mengingatkan bahwa mikroplastik sangat berbahaya bagi makhluk hidup di laut. Ikan dan organisme lainnya kerap salah mengira mikroplastik sebagai makanan.Akibatnya, mereka merasa kenyang palsu namun tidak mendapatkan nutrisi.
“Tubuh mereka menjadi kurus, lemah, dan akhirnya mati. Jika ikan-ikan ini tertangkap dan dikonsumsi manusia, maka mikroplastik akan masuk ke tubuh kita,” tambahnya.
Dampak bagi manusia juga tak bisa dianggap sepele. Dalam jurnal Environmental Science & Technology yang diterbitkan oleh American Chemical Society, disebutkan bahwa mikroplastik dapat membawa senyawa kimia beracun seperti BPA (Bisphenol A), PCB, dan logam berat.
Paparan jangka panjang terhadap zat-zat ini dapat meningkatkan risiko penyakit kanker, gangguan hormon, hingga kemandulan.
“Zat berbahaya seperti BPA bisa merusak sistem reproduksi. Jadi tidak hanya berdampak pada ikan, tapi berujung ke manusia. Mikroplastik itu seperti bom waktu yang kita telan perlahan,” tegas Prof. Khusnul.
Untuk mengatasi masalah ini, ia mendorong perlunya sistem pengelolaan sampah yang lebih baik, termasuk memperluas jaringan bank sampah dan mendorong masyarakat memilah sampah dari rumah.
Ia juga menyarankan agar limbah plastik yang tidak dapat dikelola secara lokal dikirim ke negara yang memiliki teknologi daur ulang canggih.
Langkah preventif juga bisa dimulai dari diri sendiri. Mengurangi konsumsi plastik sekali pakai, memilih produk berbahan ramah lingkungan, dan mendukung regulasi yang membatasi penggunaan plastik menjadi langkah awal yang bisa dilakukan semua orang.
Sementara itu, para ilmuwan di Unhas terus melakukan riset tentang penyebaran mikroplastik di wilayah pesisir Sulawesi Selatan.
Hasil awal menunjukkan adanya kandungan mikroplastik dalam beberapa spesies ikan konsumsi, termasuk ikan tongkol dan kembung, yang menjadi lauk harian masyarakat.
Masyarakat diimbau lebih berhati-hati dan mulai mengubah gaya hidup agar lebih peduli lingkungan. “Ini bukan lagi soal lingkungan, ini soal tubuh kita, soal kesehatan anak-anak kita di masa depan,” pungkas Prof. Khusnul. (*)
(Muh. Syaiful | Unhas TV)