Mahasiswa

Perjalanan Fauzan Idha ke Jepang, Menantang Dunia Menantang Diri Sendiri (2)

UNHAS.TV - Mahasiswa berprestasi Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Unhas ini tak hanya mendulang 25 prestasi, tapi juga menambatkan pelajaran hidup dari negeri sakura.

Di sebuah ruang diskusi daring lintas negara, nama Muhammad Fauzan Idha muncul sebagai pemimpin tim mahasiswa Universitas Hasanuddin.

Di layar, mahasiswa FKM angkatan 2022 ini membahas prevalensi penyakit masyarakat di Indonesia, berhadapan dengan delegasi dari Okayama University Jepang. 

Topik itu bukan sekadar wacana akademik, tapi bentuk nyata pertukaran gagasan antarbangsa—sebuah pengalaman yang mengubah cara pandangnya tentang kedisiplinan, etos kerja, dan masa depan.

Program pertukaran mahasiswa ini awalnya hanya ditujukan untuk mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Unhas. Namun pada batch kedua, pintu kesempatan dibuka lebih lebar.

“Saat itu dibuka untuk semua fakultas kesehatan. Saya coba daftar,” ujar Fauzan dalam program siniar Unhas Story bersama Unhas TV.

Ia mengirimkan CV dan surat motivasi, lalu lolos ke tahap wawancara penuh bahasa Inggris. “Pertanyaannya seputar budaya Jepang dan bagaimana kami bisa mengimplementasikan pelajaran dari sana.”

Empat bulan pertama dijalani secara daring. Setiap pekan, mahasiswa dari Makassar dan Okayama saling bertukar materi.

Minggu ini budaya Makassar, pekan berikutnya budaya Jepang. Barulah di bulan Juli 2024, dua pekan terakhir dijalani secara luring.

Satu minggu delegasi Jepang datang ke Makassar, satu minggu giliran mereka berangkat ke Jepang. “Itu pengalaman pertama saya ke luar negeri. Culture shock tentu saja ada,” kata Fauzan.

Ia terkagum-kagum melihat warga Jepang yang sabar mengantre di stasiun tanpa ribut. “Di kita, siapa duluan dia dapat. Di sana, semua tertib, disiplin itu datang dari kesadaran sendiri.”

Pengalaman itu mengubahnya. “Saya mulai dengan hal kecil: ikut antre dengan tertib,” ucapnya. “Kalau dari diri sendiri dulu, baru bisa menular ke orang lain.”

Namun, Jepang bukan satu-satunya medan tempur Fauzan dalam meraih prestasi. Sejak semester dua di tahun 2023, ia telah aktif mengikuti berbagai kompetisi.

Awalnya hanya coba-coba, ikut lomba video studi kasus yang diadakan FKM UI. “Saya nothing to lose saja waktu itu,” katanya. Tapi kemenangan pertama itu membuatnya ketagihan.

Hingga kini, lebih dari 25 penghargaan berhasil diraih. Mulai dari lomba akademik, kepanitiaan, hingga hak kekayaan intelektual.

“Ada perasaan tersendiri waktu melihat nama Unhas berdampingan dengan UI atau UGM di daftar pemenang,” kenangnya waktu tampil di PIMNAS 2024 di Universitas Airlangga.

Saat berkompetisi di Pimnas 2024 lalu, lawan-lawan Fauzan bukan sembarangan. Ia harus bersaing dengan mahasiswa dari universitas top nasional.

Begadang, riset tambahan, dan persiapan matang menjadi rutinitasnya. “Mereka punya privilese dan mungkin lebih siap. Kami harus kerja dua kali lebih keras,” tuturnya. 

Semangat yang sama ia bawa ke ajang Pemilihan Mahasiswa Berprestasi (Pilmapres) di Unhas. Meskipun tak membawa pulang gelar juara, ia masuk jajaran top finalis. “Tiga hal yang harus dikuasai: capaian unggulan, kemampuan bahasa Inggris, dan gagasan kreatif,” katanya.

Kemampuan berbahasa Inggris, baginya, adalah kunci. “Kalau bisa bahasa Inggris, kita bisa keliling dunia,” ujarnya. Dalam presentasi Pilmapres maupun ajang Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (Pimnas), kefasihannya berbicara di depan umum menjadi senjata utama.

Di ajang Pimnas ke-37, ia tampil sebagai presenter utama. "Saya paling banyak pegang skrip,” ucapnya. “Latihan intonasi, ekspresi, sampai gestur. Awalnya saya minder, tapi 300 hari persiapan itu membuat saya bisa berdiri percaya diri.”

Keikutsertaannya dalam Program Kreativitas Mahasiswa Pengabdian Masyarakat (PKM-PM) membuahkan hasil: bebas skripsi dan KKN. “Itu benefit paling besar,” katanya.

Tapi pencapaian itu tak datang seketika. Di tahun pertama, ia hanya lolos tahap pengumpulan ide. Baru di tahun kedua, ia berhasil menembus Pimnas.

Semua pencapaian itu tak lepas dari dukungan orang-orang di sekitarnya. “Saya pernah burn out, sempat ingin menyerah. Tapi sahabat dan keluarga bilang, 'masa berhenti di tengah jalan?'” katanya. Ia percaya, support system adalah bahan bakar untuk konsistensi.

Kini, setelah semua itu, ia percaya satu hal: public speaking bukan soal bakat, tapi keberanian untuk mengesampingkan pikiran orang lain. “Kalau mau bicara, ya bicara saja. Fokus pada tujuanmu. Hidup cuma sekali,” pernyataan yang jadi pegangan hidup Fauzan.

(Rizka Fraja/Unhas.TV)