Mahasiswa

Pernah Dipakai Agam Rinjani, Perahu Sandeq Ini Digunakan Korpala Unhas Telusuri Pengembara Laut di EPA III

MAKASSAR, UNHAS.TV - Perahu tradisional suku Mandar menjadi komponen penting dalam Ekspedisi Pelayaran Akademis (EPA) III yang akan diselenggarakan Korps Pecinta Alam Universitas Hasanuddin (Korpala Unhas). 

Lebih dari sekadar alat transportasi, Sandeq adalah simbol identitas dan bukti ilmiah atas kejayaan budaya bahari Indonesia.

Salah seorang atlet EPA III, Ashrullah Djalil menyebut perahu Sandeq memiliki kelebihan tertentu yang menjadikannya paling efisien untuk digunakan dalam ekspedisi ini. 

Selain karena bentuk nya yang bisa menjangkau pulau-pulau kecil, dalam sejarah pelayaran Indonesia, Sandeq juga dikenal sebagai perahu tercepat di antara perahu tradisional nusantara. 

Bercadik, ringan, dan lincah, Sandeq mampu bergerak cepat dengan tenaga angin dan efisien dalam penggunaan logistik.

Sandeq telah digunakan sejak EPA I dan II, untuk menempuh rute dari Indonesia, Brunei, hingga ke Australia. Di EPA III, sandeq kembali dipercaya untuk membawa tim Korpala Unhas berlayar ke 4 negara sekaligus.

Salah seorang atlet yang pernah ikut dalam Ekspedisi Pelayaran Akademik ini adalah Abdul Haris Agam. Ya, nama kemudian populer dengan Agam Rinjani ini pernah menggunakan perahu Sandeq untuk berlayar dari Makassar hingga Australia.

Sebagaimana diketahui, Agam Rinjani adalah anggota Korpala Unhas yang kemudian populer dalam melakukan penyelamatan pada Juliana Marins di Gunung Rinjani.

Sandeq yang akan digunakan dalam ekspedisi kali ini memiliki panjang sekitar 8 meter dengan lebar 5 m. Dalam tahap persiapan, tim EPA III juga turun langsung untuk melakukan maintenance perahu Sandeq yang akan digunakan. 

“Selama 3 EPA kami selalu menggunakan Sandeq, karena efisien dan ekeftif untuk ekspedisi. Kami butuh perahu yang bisa mengakses banyak pulau, termasuk pulau-pulau kecil.

Sandeq juga punya kecepatan yang unggul dibandingkan dengan perahu tradisional lain yang ada di Indonesia, selain itu juga dalam rangka pembuktian hasil catatan riset kebudayaan tentang kebudayaan maritim ya kita mesti pakai perahu tradisional,” ujarnya.

Untuk menghadapi tantangan cuaca, perahu Sandeq yang digunakan dilengkapi dengan mesin cadangan. 

“Untuk cuaca ekstrem sendiri, kami kan bawa mesin. Sandeq juga bisa dilayarkan dengan mesin, jadi ketika angin tidak bersahabat, ada mesin, layarnya tidak dipakai,” Ungkapnya. 

Perahu sandeq merupakan hasil evolusi dari perahu-perahu tradisional seperti baqgo, palari, lambo, dan pakur, yang telah lama digunakan masyarakat suku Mandar untuk berlayar dan menangkap ikan di perairan Sulawesi Barat.

Pada masa penjajahan, para pelaut Mandar melihat layar segitiga kapal-kapal Eropa. Terinspirasi oleh inovasi tersebut, mereka kemudian mengembangkan layar segitiga itu untuk menciptakan perahu yang lebih baik, seperti yang dijelaskan oleh Muhammad Ridwan Alimuddin dalam bukunya Sandeq: Perahu Tercepat Nusantara. 

Maka, sekitar tahun 1930-an, para pembuat perahu Mandar mulai menciptakan perahu sandeq (lopi sandeq) dengan layar segitiga atau layar massandeq, yang berarti runcing.

(Iffa Aisyah Rahman / Unhas.TV)