MAKASSAR, UNHAS.TV - Gagasan Gubernur Jawa Barat untuk mengarahkan siswa bermasalah agar dilatih di barak militer, mengundang kontraversi. Sebagian mendukung dengan alasan, militer punya keahlian khusus untuk membentuk pribadi yang disiplin dan teratur.
Sebagian lagi menolak. Beberapa alasannya, membawa anak bermasalah untuk dididik oleh militer, walau dalam jangka waktu pendek, justru aakan menghasilkan anak yang lebih agresif.
Pandangan lainnya, militer adalah militer dan militer sama sekali tidak paham dengan karakter remaja yang punya latar belakang sangat beragam. Pendekatan militer untuk anak dengan perilaku beragam, menurut yang menolak, justru bisa merugikan siswa.
Namun, program Pendidikan Karakter, Disiplin, dan Bela Negara Kekhususan untuk pelajar SMP dan siswa SMA bermasalah tetap dijalankan dengan menempatkan peserta didik di dua lokasi.
Lokasi pertama yakni di Dodik Bela Negara Rindam III/Siliwangi di Bandung dan Markas Resimen Artileri Medan (Menarmed) 1 Kostrad di Purwakarta. Program ini mulai dilaksanakan serentaj pada Jumat (2/5/2025), bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional.
Ada beberapa pendekatan untuk membina anak yang bermasalah. Empat pendekatan itu di antaranya yakni pendekatan Intervensi Perilaku, pendekatan Cognitive-Behavioral Therapy, pendekatan Dukungan Sosial dan Emosional serta pendekatan Pelibatan Keluarga/Orangtua.
Beberapa penelitian menunjukkan, menggunakan jasa militer untuk mendidik anak bermasalah sebenarnya tidaklah buruk. Penelitian Wilson, S.J., & Lipsey, M.W. (2007) yang termuat di American Journal of Public Health menyebutkan, anak yang bermasalah yang mengikuti pelatihan di barak militer membuat perilaku anak lebih terstruktur, lebih tertib, walau perubahannya terjadi dalam jangka pendek.
Penelitian Archer, T., & Kostrzewa, R.M. (2012) di jurnal Neurotoxicity Research menunjukkan pelatihan militer mengurangi sikap agresi anak-anak. Penelitian MacKenzie et al. (2001) pada Journal of Research in Crime and Delinquency memperlihatkan siswa lebih mudah patuh pada perintah.
Pola mentorship yang biasa dilakukan di barak militer, membuat siswa bermasalah menjadi lebih hormat kepada mereka yang punya wewenang lebih tinggi di atas mereka.
Hal ini didukung oleh penelitian Grossman, J.B., & Tierney, J.P. (1998) pada jurnal Evaluation Review dan penelitian yang dilakukan Elder et al. (2010) pada Journal of Youth and Adolescence.
Hanya saja perlu diperhatikan, pola yang selalu memberi hukuman yang biasa dilakukan pihak militer, berpotensi menimbulkan sikap perlawanan dan pembangkangan, khususnya bagi mereka yang memiliki trauma di masa kecil.
Pihak militer yang menangani anak bermasalah juga perlu memperhatikan bahwa beberapa anak itu mungkin mengalami gangguan ADHD, autis, dan sebagainya, sehingga pendekatan militer yang baku pasti tidak akan mengubah perilaku mereka.(*)