MAKASSAR, UNHAS.TV - Indonesia selama ini dikenal dunia bukan hanya karena keindahan alamnya, tetapi juga karena kekayaan sumber daya bahari yang luar biasa. Laut yang begitu luas menyimpan potensi perikanan dan hasil laut bernilai tinggi, salah satunya kepiting tropis.
Komoditas laut ini bahkan menjadi salah satu unggulan ekspor Indonesia dengan pasar yang terus bertambah hingga Asia, Eropa, dan Amerika. Nilai ekspornya menembus triliunan rupiah setiap tahun dan diperkirakan masih bisa meningkat jika ditopang oleh inovasi teknologi serta budidaya berkelanjutan.
Universitas Hasanuddin (Unhas) kini menghadirkan Tropical Crab Research Group (TRG), suatu tim riset yang berfokus pada konservasi, budidaya, dan pengembangan teknologi kepiting tropis. Ketua TRG, Prof Dr Ir Yushinta Fujaya MSi mengungkapkan bahwa gagasan ini lahir sejak ia menempuh studi sarjana.
"Waktu itu orang lebih banyak berfokus pada udang. Saya berpikir, kalau semua orang fokus ke udang, lalu kepiting siapa yang peduli? Padahal kepiting juga komoditas yang menjanjikan dan bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta memperkuat peran Indonesia sebagai eksportir kepiting," ungkap Yushinta dalam program Unhas Speak Up, Rabu (10/9/25).
Meski TRG baru resmi diluncurkan pada awal 2025, kiprah penelitian kepiting di Unhas sejatinya sudah dilakukan puluhan tahun. Rektor Unhas kemudian menginisiasi pembentukan kelompok riset tematik, menghimpun para peneliti dari bidang yang sama untuk bergerak lebih cepat dan menghasilkan inovasi.
"TRG ini menjadi wadah peneliti baik dari dalam maupun luar negeri yang punya visi-misi sama: keberlanjutan usaha perkepitingan. Jadi tidak hanya riset dasar, tapi juga sampai ke hilir, ke pengusaha," jelasnya.
Kata Yushinta, fokus pada kepiting dengan alasan jelas. Indonesia memiliki wilayah perairan yang luas dengan potensi kepiting yang sangat besar. Kepiting juga dikenal sebagai komoditas bernilai tinggi dan digemari pasar global. Ada dua jenis kepiting yang paling komersial di Indonesia, yaitu kepiting bakau dan rajungan (kepiting laut).
Kini, TRG tengah menggarap lima proyek riset besar dengan dukungan sponsor dari dalam dan luar negeri. Beberapa di antaranya, proyek internal Unhas untuk mempercepat kegiatan riset TRG dan menghimpun peneliti. Kerja sama dengan Malaysia untuk mengkaji spesies rajungan di Indonesia. Penelitian ini menemukan indikasi bahwa rajungan bukan hanya satu spesies, melainkan bisa lebih dari empat.
Selanjutnya, kolaborasi industri di Malaysia, menggandeng Prof Yushinta sebagai pemilik produk herbal Pafen yang terbukti mempercepat pertumbuhan kepiting. Proyek bersama BRIN, termasuk program inovasi ‘Indonesia Maju’ serta penunjukan Unhas sebagai pusat kolaborasi riset kepiting berkelanjutan.
"BRIN menyiapkan anggaran untuk menghimpun peneliti lain dari universitas, pelaku usaha, hingga pemerintah daerah agar serius di dunia perkepitingan ini," terangnya.
TRG tidak hanya meneliti di laboratorium. Dalam sepuluh tahun terakhir, mereka fokus pada produksi benih unggul untuk mendukung budidaya. Riset ini diarahkan pada perakitan induk unggul yang nantinya menghasilkan anak kepiting berkualitas.
Selain itu, TRG juga mengembangkan bioteknologi herbal sebagai alternatif ramah lingkungan dalam budidaya. "Penggunaan antibiotik dalam budidaya berbahaya bagi lingkungan dan konsumen. Dunia sangat konsen agar budidaya tidak lagi memakai antibiotik. Karena itu, kami memilih pendekatan herbal yang lebih ramah," tutur Yushinta.
Keunikan TRG adalah risetnya tidak berhenti di jurnal atau laporan ilmiah. Mereka juga aktif melakukan pengabdian kepada masyarakat, seperti melalui program Intekda dan Kedaireka. Program ini memperkenalkan teknologi hasil riset agar bisa diterapkan langsung oleh masyarakat, terutama pembudidaya kepiting.
Unhas sendiri mendukung langkah ini dengan memfokuskan kegiatan riset hingga ke Marine Station di Pulau Baranglompo, yang disiapkan sebagai pusat pengembangan teknologi perbenihan kepiting.(*)
Zulkarnaen Jumar Taufik (UNHAS TV)