News

Video: Ironi Negeri Agraris, Impor Pangan di Tengah Surplus Hasil Panen

UNHAS.TV -- Indonesia dikenal sebagai negara agraris dengan kekayaan hasil bumi melimpah. Namun, fakta di lapangan menunjukkan ironi besar. Pada saat surplus panen terjadi di beberapa daerah, impor pangan justru meningkat karena Indonesia belum mampu memenuhi kebutuhan pangan sendiri. Rama, petani di Sulawesi Selatan, menyebutkan, kondisi Indonesia belum mampu memenuhi kebutuhan pangan karena petani belum mengadopsi teknologi modern. Biaya produksi pangan di Indonesia juga masih tinggi dibandingkan produk pangan impor. "Petani-petani kita ilmunya belum modern. Beda dengan pangan impor, harganya murah karena lahan produksinya sangat luas dan biaya produksinya rendah. Petani kita punya kecil-kecilan. Biaya produksi pangan kita juga lebih besar dari produk impor," ujarnya. Menurut dosen pertanian Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin (Unhas), Prof Dr Ir Amir Yassi MSi, masalah impor pangan disebabkan kebijakan pemerintah yang tidak terpadu antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan produsen. Padahal, ada banyakk potensi ekspor yang sebenarnya bisa dimanfaatkan jika kebijakan dan kualitas hasil panen dikelola dengan baik. "Misalnya, apakah kita bisa mengekspor produk A? Jawabnya, bisa. Namun, apakah kebijakan pertanian kita terhubung satu sama lain? Ternyata tidak. Saya lihat produsen beras jalan sendiri, tidak pernah mereka dirangkum pengusaha supaya bisa mengekspor," ujarnya.