MAKASSAR, UNHAS.TV- Ketua Lembaga Haji dan
Ziarah Iran, Alireza Bayat, dan Menteri Haji dan Umrah Arab Saudi, Tawfiq F.
Al-Rabiah, telah menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) untuk musim haji tahun
2025 di Riyadh, Arab Saudi.
Dalam pertemuan tersebut, menurut laporan
media Al-Alam (14/1), dilakukan diskusi dan pertukaran pandangan mengenai
berbagai isu terkait jemaah haji dan umrah. Selain itu, Nota Kesepahaman untuk
musim haji tahun 2025 juga ditandatangani oleh kedua belah pihak.
Diskusi tersebut mencakup pelaksanaan
operasional haji, transportasi udara dan darat, masalah kesehatan di
tempat-tempat suci, isu-isu budaya, serta pengaturan perjalanan bagi jemaah
umrah asal Iran.
Para pejabat haji dari kedua negara juga
bertukar pandangan mengenai sejumlah isu, termasuk pengaturan penerbangan,
peningkatan layanan bagi para jemaah, penambahan kuota jemaah haji Iran pada
musim haji mendatang, peningkatan jumlah jemaah umrah yang dikirimkan selama
tahun depan, dan penyediaan layanan terbaik bagi para pengunjung asal Iran.
Pertemuan ini dihadiri oleh duta besar
kedua negara serta sejumlah pejabat yang bertanggung jawab atas urusan haji
dari pihak Iran dan Saudi.
Sebelumnya, Lembaga Haji dan Ziarah Iran
telah mengumumkan bahwa musim haji tahun 2025 akan dimulai pada bulan Mei 2025,
dengan kuota sebanyak 87.550 jemaah haji dari Iran.
Lembaga tersebut juga menyatakan bahwa
proses pendaftaran untuk perjalanan ini sedang berlangsung sesuai dengan
prioritas yang telah ditentukan bagi pemegang sertifikat haji.
Ka'bah sebagai pilar kemanusiaan dan persatuan umat Islam. (Foto: Istimewa)
Kesucian Waktu dan Tempat dalam Ritual Haji
Haji adalah ibadah yang menjadikan waktu
dan tempat tertentu menjadi mulia. Allah berfirman tentang Ka'bah: "Dan
barang siapa memasukinya, dia akan merasa aman." (QS. Ali 'Imran: 97).
Mengenai waktu, ketika manusia bertanya
tentang fungsi perjalanan bulan, Allah menjawab: "Katakanlah: ‘Bulan-bulan
itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (penetapan waktu) ibadah
haji.’" (QS. Al-Baqarah: 189). Hal ini menunjukkan pentingnya menghormati
waktu dan tempat yang telah dimuliakan Allah.
Manfaat Ekonomi, Sosial dan Budaya dari
Haji
Allah
berfirman:
“Dan berserulah
kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu
dengan berjalan kaki dan mengendarai unta yang kurus, yang datang dari segala
penjuru yang jauh, agar mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan
menyebut nama Allah pada hari-hari yang telah ditentukan…” (QS. Al-Hajj:
27-28).
Dalam ayat ini,
Allah memerintahkan Nabi Muhammad saw. untuk mengundang umat manusia ke Mekah
untuk melaksanakan ibadah haji agar mereka menyaksikan manfaatnya. Menariknya,
kata “manfaat” disebutkan dalam bentuk umum tanpa spesifikasi, menandakan
besarnya manfaat tersebut, termasuk yang terlihat maupun yang tersembunyi.
Haji adalah
sebuah manifestasi yang megah dari persatuan dan kebersamaan umat Muslim, yang
memiliki banyak manfaat baik secara material maupun spiritual. Ada jaminan keberkahan secara finansial
bagi mereka yang melaksanakan haji dan umrah.
Manfaat
terbesar berikut dari ibadah haji adalah mempererat persatuan sosial dan budaya
di antara umat Islam. Ibadah ini menjadi kesempatan untuk menyelesaikan masalah
sosial, budaya, dan politik yang dihadapi umat Islam. Maka, haji tidak boleh
hanya diisi dengan kegiatan belanja dan wisata semata, apalagi melupakan
kondisi umat Islam di Palestina, Yaman, dan negara-negara lainnya.
Mengagungkan
Syiar-Syiar Allah
Allah
berfirman:
“Demikianlah
(perintah Allah). Dan barang siapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka
sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.” (QS. Al-Hajj: 32).
Salah satu
hikmah haji adalah mengagungkan syiar-syiar Allah. Allah telah menetapkan
batasan-batasan yang harus dihormati, terutama dalam musim haji, di mana
pesan-pesan ini dapat disampaikan dengan lebih kuat melalui kebersamaan umat
Islam dari berbagai penjuru dunia.
Deklarasi Berlepas Diri dari Musyrikin
Allah berfirman:
“Dan (ini adalah) pengumuman dari Allah dan
Rasul-Nya kepada seluruh manusia pada hari haji akbar bahwa sesungguhnya Allah
dan Rasul-Nya berlepas diri dari orang-orang musyrik...” (QS. At-Taubah: 3).
Ayat ini menegaskan bahwa musim haji adalah
momen untuk menyampaikan deklarasi berlepas diri dari kaum musyrikin. Semakin
keras suara umat Islam dalam menyampaikan deklarasi ini, semakin besar pula
jarak mereka dari budaya kekufuran. Haji akbar sejatinya adalah perwujudan
penegasan tauhid dan penolakan terhadap kekufuran.
Peningkatan Spiritualitas dan Zikir kepada
Allah
Allah berfirman:
"Apabila kamu telah menyelesaikan
manasik hajimu, maka sebutlah Allah sebagaimana kamu menyebut nenek moyangmu,
atau bahkan lebih dari itu..." (QS. Al-Baqarah: 200).
Hikmah utama dari ibadah haji adalah
mengingat Allah. Zikir kepada Allah selama haji bukanlah zikir yang formal atau
dibuat-buat, melainkan zikir yang timbul dari hati yang telah mengalami
transformasi spiritual selama pelaksanaan manasik haji.
Seorang ulama besar pernah berkata, Imam
Ali Ridha bahwa haji adalah bentuk perjumpaan dengan Allah, upaya untuk meraih
ampunan, meninggalkan dosa, menunjukkan kerendahan hati, dan memperbaharui
hubungan dengan Allah.
Ka'bah sebagai
Pilar Kemanusiaan dan Persatuan Umat Islam
Allah
berfirman:
“Allah telah
menjadikan Ka’bah, rumah suci itu sebagai pusat) peribadatan dan urusan dunia
(bagi manusia,)…” (QS. Al-Ma'idah: 97).
Ka'bah adalah
pusat spiritualitas dan persatuan umat manusia. Dengan berkumpulnya umat Islam
di sekeliling Ka'bah, hubungan antar manusia semakin kuat. Dalam konteks ini,
haji menjadi sarana untuk melawan upaya pihak tertentu yang berusaha melemahkan
umat Islam. (*)