MAKASSAR, UNHAS TV – Setelah penetapan hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024, arah kebijakan pemerintah pasca pemilu ramai diberitakan. Sikap Partai Nasdem yang dinilai akan bergabung dengan pemerintahan  baru di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto jadi salah satu isu yang paling ramai dibicarakan.

Pemerintahan Presiden terpilih, Prabowo Subianto praksis akan berjelan setelah pelantikan pada Oktober mendatang. Dinamika keberpihakan partai peserta pemilu menjadi isu menarik, khususnya bagi partai-partai yang tidak mendukung paslon pemenang Pilpres.

Jika semua partai bergabung ke dalam kubu pemenang, seperti yang cenderung diperlihatkan Nasdem, maka dipastikan Rezim Prabowo tidak akan memiliki oposisi di parlemen. Namun jika tidak, maka akan terbentuk oposisi pemerintahan, apakah itu satu partai, ataupun koalisi oposisi.

Di Indonesia mengenal koalisi pemerintahan, yaitu gabungan partai yang mendukung pemenang Pilpres dan berada dalam pemerintahan, sementara yang tidak bergabung disebut kualisi di luar pemerintahan. Meski demikian, fungsi koalisi di luar pemerintahan ini, prkasisnya memiliki kemiripan dengan oposisi.

Pakar Politik Unhas, Andi Ali Armunanto menjelaskan demokrasi multi partai seperti yang berlaku di Indonesia sebenarnya tidak mengenal oposisi, sebab istilah ini hanya untuk demokrasi dua partai seperti di Amerika Serikat. Partai pemenang pemilu di AS, otomatis menguasai pemerintahan, sementara partai yang kalah akan jadi oposisi.

“Koalisi di luar pemerintahan, ataupun koalisi di dalam pemerintahan saat ini masih dinamis, karena kita belum tahu misalnya, apakah Nasdem akan berada di luar pemerintahan,” kata Andi Ali.

Oposisi Pemerintahan Prabowo, atau koalisi di luar pemerintahan ditentukan oleh sikap partai yang tidak mendukungnya pada Pilpres. Apakah partai-partai ini memilih di luar pemerintahan, ataupun bergabung dengan koalisi pendukung pemerintah.

Simak liputan selengkapnya dalam video berikut: