MAKASSAR, UNHAS.TV - Stunting tidak hanya berdampak pada pertumbuhan fisik anak di masa keci. Penelitian terkini mengungkap bahwa kerusakan yang ditimbulkan dapat meninggalkan jejak jangka panjang hingga usia dewasa, salah satunya adalah meningkatnya risiko penyakit kronis.
Angka anak stunting di Indonesia berada di kisaran 20 persen atau masih melebihi target nasional. Ini karena masyarakat masih belum sadar bahwa dampak stunting bersifat permanen pada sistem metabolisme tubuh anak.
"Ketika anak mengalami stunting sejak dalam kandungan atau usia bayi, tubuhnya akan menyesuaikan diri dengan kondisi kekurangan zat gizi. Terjadi yang disebut 'irit metabolisme', itu membuat tubuh jadi sangat hemat energi. Efeknya, saat dewasa, sedikit makan saja bisa menimbulkan obesitas dan penyakit kronis lainnya," kata Dr Abdul Salam SKM M.Kes, dosen gizi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Unhas.
Para peneliti menyebut fenomena ini dengan hipotesis barker atau Developmental Origins of Health and Disesae. Artinya, penyakit pada orang dewasa bisa berasal dari kondisi gizi buruk di masa janin atau balita.
"Kalau dari awal kekurangan gizi, organ-organ penting bisa terganggu termasuk produksi insulin. Nanti pas dewasa, saat tubuh butuh insulin lebih banyak, dia tidak cukup memproduksinya. Di situlah risiko diabetes makin besar. Ada yang disebut hipotesis Barker, dan berkembang jadi DOHaD. Intinya, masa awal kehidupan itu sangat menentukan masa depan kesehatan. Kalau di awal saja sudah kelaparan, tubuh seolah disetel untuk bertahan, dan ini berdampak sampai dewasa," ujarnya.
Melalui pemenuhan gizi yang cukup sejak masa hamil hingga usia dua tahun, risiko gangguan karena pencegahan stunting bukan sekadar tentang anak tumbuh tinggi tetapi tentang masa depan kesehatan mereka.(*)
Rahma Humairah (Unhas TV)