MAKASSAR, UNHAS.TV - Jumlah pernikahan baru di China terus menurun dan diperkirakan tahun ini merupakan tingkat terendah.
Penurunan ini sangat mengkhawatirkan karena penurunan jumlah pernikahan bisa berdampak pada penurunan jumlah kelahiran. Dampak langsungnya yakni perekonomian akan melambat karena mengecilnya jumlah tenaga kerja produktif dan di sisi lain makin besarnya jumlah kaum tua.
Kementrian Urusan Sipil China mencatat, jumlah pernikahan pada tiga kuartal pertama tahun 2024 sebesar 4,74 pasangan. Angka ini turun 16,6 persen dari 5,69 juta pasangan pada periode yang sama tahun lalu.
Penurunan mulai terlihat sejak 2013 dengan angka pernikahan saat itu sebesar 13 juta pernikahan. Tahun 2022, sebesar 6,83 juta pasangan. Tahun ini turun ke angka 4,74 juta pasangan.
Pemerintah China sudah berusaha mengantisipasi penurunan itu dengan bantuan keuangan hingga melakukan propaganda untuk mendorong kaum muda menikah dan memiliki anak.
Penurunan jumlah pernikahan ini dampak dari kebijakan sebelumnya yakni membatasi jumlah anak tiap keluarga yang maksimal dua anak. Kebijakan itu sudah dihentikan sejak 2015 setelah melihat dampaknya yang tidak menguntungkan.
Tepat 2021, kebijakan itu diubah menjadi tiap pasangan boleh punya tiga anak. Namun, masalahnya belum selesai. Peningkatan ekonomi kaum perempuan membuat mereka lebih mandiri secara keuangan dan mendorong mereka lebih gampang bercerai dan memilih hidup sendiri.
Bukan cuma China yang mengalami penurunan angka pernikahan dan kelahiran. Jepang dan Korea Selatan juga mengalami hal serupa dan sudah dalam tahap mengkhawatirkan.(*)