UNHAS.TV - Selat Madura, yang selama ini hanya dikenal sebagai perairan pemisah antara Pulau Jawa dan Madura, kini menjadi sorotan dunia arkeologi.
Sebuah penemuan luar biasa dilakukan oleh tim arkeolog dari Universitas Leiden, Belanda, yang berkolaborasi dengan para peneliti Indonesia, termasuk dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Dalam proyek reklamasi laut yang tengah berlangsung di kawasan ini, mereka berhasil mengangkat dua keping fosil manusia purba jenis Homo erectus dari sedimen dasar laut.
Dua keping fosil yang tampak sederhana itu ternyata mengandung cerita luar biasa tentang masa lalu manusia purba. Hasil analisis morfologi menunjukkan kesamaan dengan temuan serupa di situs-situs arkeologi di Pulau Jawa.
Umurnya diperkirakan mencapai 140.000 tahun. Namun, yang membuat temuan ini begitu fenomenal bukan sekadar usianya, melainkan lokasinya di dasar laut.
“Ini adalah temuan pertama fosil Homoerectus yang berasal dari bawah laut, dan bukan dari daratan seperti biasanya”, jelas Dr Yadi Muliadi, SS MA, dosen Arkeologi dari Universitas Hasanuddin, dalam program Unhas Speak Up, Selasa (3/6/2025).
Ia menegaskan, temuan ini membawa implikasi besar terhadap pemahaman kita tentang sejarah peradaban manusia purba di kawasan Asia Tenggara.
Penemuan ini kembali menyorot konsep Sundaland atau paparan Sunda yang diyakini pernah menjadi daratan luas yang menghubungkan Pulau Jawa, Sumatra, Kalimantan, hingga Semenanjung Malaysia dan sebagian besar Asia Tenggara.
Kawasan ini tenggelam akibat naiknya permukaan laut pasca-Zaman Es, dan menyisakan kepulauan yang kita kenal sekarang.
“Dulu wilayah yang sekarang menjadi Selat Madura adalah dataran rendah, bagian dari Sundaland”, terangnya.
“Dalam konteks geologis, ini terjadi pada periode Plestosen Tengah, sekitar 700.000 sampai 192.000 tahun lalu”, tambah Yadi.
Tidak hanya fosil manusia purba, para peneliti juga menemukan tulang fauna, fosil moluska, hingga bekas jejak perburuan. Hal ini memperkuat hipotesis bahwa kawasan tersebut pernah menjadi hunian manusia purba, bukan sekadar lintasan migrasi.
Penemuan ini berpotensi mengguncang fondasi teori migrasi manusia purba yang selama ini dominan, yakni Out of Africa.
Teori ini menyatakan bahwa manusia purba pertama kali bermigrasi dari Afrika ke bagian dunia lainnya sekitar 1,5 juta tahun lalu. Namun kini, bukti-bukti baru di Indonesia memunculkan alternatif: teori multiregional.
“Homo erectus tertua yang pernah ditemukan di dunia saat ini berasal dari Bumiayu, Jawa. Bukan Afrika. Ini membuka diskusi serius bahwa Asia Tenggara, khususnya Indonesia, mungkin punya peran lebih besar dalam sejarah manusia purba dunia”, Ungkap akademisi Unhas itu.
Kata Yadi, data menunjukkan bahwa sekitar 70% fosil Homo erectus dunia ditemukan di Indonesia. Sebuah angka yang tidak bisa diabaikan begitu saja.
Kini, dengan penemuan dari dasar laut Selat Madura, semakin jelas bahwa hunian manusia purba meluas tak hanya di dataran tinggi atau daratan besar, tetapi juga dataran rendah yang kini tenggelam.
Penemuan ini juga kembali menghidupkan perdebatan klasik yang selama ini menjadi bahan diskusi lintas disiplin. Benarkah Sundaland adalah benua Atlantis yang hilang, seperti yang diyakini sebagian kalangan?
Walaupun masih dianggap sebagai spekulasi tanpa dasar ilmiah yang kuat, Yadi mengakui bahwa teori Atlantis paparan Sunda punya daya tarik tersendiri.
“Kita harus tetap berhati-hati dalam menyambungkan fakta ilmiah dengan mitos. Tapi menarik untuk ditelusuri bagaimana kawasan ini menyimpan jejak peradaban yang sangat tua,” harapnya.
Penemuan ini bukan sekadar tentang fosil tua. Ini tentang identitas, tentang asal usul, dan tentang betapa kaya dan pentingnya wilayah Indonesia dalam sejarah manusia dunia.
Di tengah pergeseran iklim, tenggelamnya daratan, dan bangkitnya pemahaman baru tentang migrasi manusia, dasar laut Selat Madura menyimpan babak penting yang belum banyak ditulis.
(Zulkarnaen Jumar Taufik / Unhas.TV)