Menyoroti berbagai konflik global, seperti perang Rusia–Ukraina dan krisis kemanusiaan di Gaza, Jusuf Kalla menilai bahwa dunia masih belum sepenuhnya belajar dari sejarah. Ia mengingatkan perang selalu mengorbankan mereka yang paling lemah, perempuan, anak-anak, dan warga sipil tak berdosa.
"Perang memecah manusia menjadi ‘kami’ dan ‘mereka’, menumbuhkan rasa curiga, dan menghancurkan harmoni kehidupan. Tidak ada yang menang dalam perang. Kemanusiaan selalu menjadi pihak yang kalah," tegasnya.
Jusuf Kalla juga menyoroti peran besar Amerika Serikat dalam menentukan arah perdamaian di Timur Tengah. Ia menilai, inisiatif untuk menekan pihak-pihak yang berkonflik agar berunding harus menjadi prioritas dunia
"Saya selalu mengatakan, hanya keberanian politik yang bisa menghentikan perang. Jika Amerika Serikat sungguh mau menghentikan perang, maka perdamaian bisa tercapai," ujarnya.
Jusuf Kalla juga menyinggung seputar solusi dua negara (two-state solution) tetap menjadi jalan terbaik untuk menyelesaikan konflik Israel–Palestina. Ia mengungkapkan pengalamannya dalam menjalin komunikasi dengan pemimpin Hamas, Ismail Haniyeh, dan menilai bahwa rekonsiliasi antara Hamas dan Al Fatah adalah kunci menuju perdamaian.
"Sebagai bangsa dengan penduduk Muslim terbesar di dunia, Indonesia akan tetap konsisten: jika Israel mengakui kemerdekaan Palestina, maka Indonesia akan mengakui Israel sebagai negara merdeka," JK menegaskan.
Jusuf Kalla juga mengingatkan tentang tantangan baru dalam perang modern, yaitu keterlibatan aktor non-negara dan penyalahgunaan teknologi komunikasi. Menurutnya, penyebaran kebencian dan hoax di dunia digital kini menjadi bahan bakar bagi konflik global.
"Teknologi yang seharusnya mempersatukan manusia, justru sering digunakan untuk memecah belah. Karena itu, kebijaksanaan, pengendalian diri, dan regulasi tegas menjadi kunci menjaga perdamaian digital," tambahnya.
Menutup pidatonya, Jusuf Kalla menegaskan bahwa perdamaian adalah puncak peradaban manusia, sedangkan perang adalah kegagalan terbesar umat manusia.
"Perang selalu merendahkan nilai kehidupan manusia. Hanya perdamaian yang dapat membangun peradaban dan menjaga martabat umat manusia,” tutupnya disambut tepuk tangan para peserta forum.
Pertemuan tahunan ini merupakan inisiatif Komunitas Sant’Egidio yang berbasis di Roma, Italia, dan telah menjadi wadah dialog antaragama dan antarbangsa sejak lebih dari tiga dekade lalu.
Tahun ini, forum mengusung tema "Daring Peace" (Berani Mewujudkan Perdamaian), dengan menghadirkan pemimpin dunia, tokoh agama dan pegiat kemanusiaan dari berbagai negara, termasuk Paus Leo XIV dan perwakilan dari organisasi lintas iman dunia.(*)







-300x147.webp)
