Budaya

Bestie hingga Kepo, Bahasa Gaul dari Gen Alpha dan Tantangan untuk Bahasa Indonesia

UNHAS.TV – Istilah seperti “gas”, “lo”, “kepo”, hingga “bestie” kini sudah menjadi bagian dari percakapan sehari-hari, khususnya di kalangan Gen Alpha --generasi yang lahir dan besar di tengah era digital.

Bahasa gaul tak lagi terbatas di media sosial, tetapi juga menjalar ke ruang-ruang formal seperti sekolah, kampus, bahkan media arus utama.

Perkembangan bahasa gaul tak lagi sekadar tren gaya bicara, melainkan telah menjadi bagian dari pembentukan identitas digital generasi muda—dengan dampak langsung pada posisi dan kekuatan bahasa Indonesia di ruang publik.

Menurut pakar dan pegiat literasi bahasa, bahasa gaul bisa menjadi pisau bermata dua. Di satu sisi, bahasa ini menjadi sarana ekspresi dan identitas sosial generasi muda.

Di sisi lain, jika digunakan tanpa kontrol, ia dapat menggeser peran bahasa Indonesia baku dan melemahkan kemampuan berbahasa secara struktural.

Duta Bahasa Sulselbar Terbaik III Tahun 2023, Afdhal F. Ridho, melihat fenomena ini sebagai peluang jika dikelola dengan bijak.

“Istilah-istilah gaul bisa diinventarisasi dan dikaji untuk jadi kosakata baru. Tapi kesadaran menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar tetap harus ditumbuhkan sejak dini,” jelasnya.

Kekhawatiran yang muncul bukan soal keberadaan bahasa gaul itu sendiri, melainkan ketika bahasa tersebut menggantikan fungsi bahasa Indonesia dalam konteks-konteks yang seharusnya formal. Bahasa baku menjadi dianggap kaku, asing, bahkan “tidak relevan” oleh sebagian generasi muda.

Namun begitu, tantangan ini bisa dijawab lewat pendekatan yang inklusif. Bahasa Indonesia tak harus ditinggalkan untuk menjadi keren.

Justru dengan membiasakan penggunaan bahasa yang baik dalam percakapan digital, generasi muda bisa membuktikan bahwa berbahasa santun bukan hal yang kuno.

Fenomena ini menunjukkan bahwa dinamika bahasa adalah hal yang alami, dan Gen Alpha punya peran penting dalam menentukan ke arah mana bahasa Indonesia akan berkembang.

Melek bahasa bukan hanya soal memahami arti, tapi juga menyadari fungsi dan tanggung jawab sosial di balik penggunaannya.

(Andi Putri Najwah / Rizka Fraja / Unhas.TV)