MAKASSAR, UNHAS.TV – Pusat Penelitian Perdamaian, Konflik, dan Demokrasi (CPCD) Universitas Hasanuddin bekerja sama dengan Aliansi Perdamaian menggelar peringatan 77 tahun Nakbah di Aula LPPM Unhas, Jumat (23/5).
Kegiatan bertajuk “Remembering Nakbah, Perjalanan Melawan Lupa” ini digelar sebagai bentuk solidaritas terhadap rakyat Palestina.
Acara diawali dengan pemutaran film pendek yang mendokumentasikan peristiwa Nakbah 1948. Selanjutnya, diskusi digelar dengan menghadirkan tiga narasumber:
Mereka adalah Tameem Najeem, mahasiswa asal Palestina yang sedang menempuh studi di Unhas; Agussalim Burhanuddin, dosen Hubungan Internasional Unhas; dan Therry Al-Ghifari dari Aliansi Perdamaian dan KITA Bhinneka. Diskusi dimoderatori oleh dosen dan peneliti CPCD, Nurjannah Abdullah.

Dalam testimoninya, Tameem Najeem menyampaikan kisah keluarganya yang menjadi korban pengusiran pada masa pendudukan Israel. Ia mengaku bangga bisa berkuliah di Unhas dan menyampaikan apresiasi atas dukungan masyarakat Indonesia terhadap perjuangan rakyat Palestina.
“Kami hidup sebagai pengungsi sejak kakek saya diusir pada 1948. Genosida masih berlangsung, dan dunia harus bertindak,” ujarnya.
Aktivis Therry Al-Ghifari menegaskan pentingnya aksi konkret dalam mendukung Palestina, termasuk kampanye boikot produk afiliasi Israel dan penyuluhan tentang Nakbah di tingkat sekolah.
“Boikot adalah bentuk perlawanan sipil yang efektif dan damai. Pemerintah Indonesia juga harus mengambil sikap yang lebih tegas,” katanya.
Sementara itu, Agussalim Burhanuddin menyoroti pentingnya membangun narasi global atas tragedi Nakbah. Ia mengkritik wacana penerimaan pengungsi Palestina di negara lain yang berpotensi melemahkan legitimasi perjuangan kembalinya rakyat Palestina ke tanah airnya.
“Langkah tersebut bisa justru menguntungkan kepentingan Israel,” ungkapnya.

Peringatan ditutup dengan aksi simbolik pembagian gelang perdamaian sebagai komitmen bersama untuk mengedepankan perjuangan tanpa kekerasan dan solidaritas global bagi Palestina.
Acara ini menjadi pengingat bahwa Nakbah bukan sekadar sejarah masa lalu, tetapi realitas yang masih berlangsung hingga hari ini.