Travel

Casablanca: Cinta yang Tak Lekang oleh Waktu (1)




Anfa tetap menjadi pelabuhan utama di Afrika Utara dan bagian dari rantai perdagangan global yang memperdagangkan emas, perak, rempah-rempah, dan budak. Pada awal abad ke-15, Anfa jatuh ke tangan kelompok bajak laut yang menjadikannya markas untuk menyerang kapal, termasuk kapal Portugis. Akibatnya, Anfa diserbu dan dihancurkan oleh Portugis pada tahun 1468 hingga nyaris tak bersisa.

Namun, Portugis kemudian membangun kembali Anfa dengan benteng dan bangunan bergaya Mediterania, berwarna putih mendominasi. Dari sinilah muncul sebutan Casa Branca, yang berarti "rumah putih" dalam bahasa Portugis—kemudian berubah menjadi Casa Blanca dalam ejaan Spanyol. Nama Casablanca resmi digunakan sejak kota ini berada dalam kekuasaan Spanyol pada tahun 1660.

Meski benteng dan rumah putih yang dibangun Portugis dihancurkan oleh pasukan Berber dan Ottoman pada 1510, nama Casablanca tetap hidup. Ia bertahan melintasi waktu, bahkan ketika bencana datang.

Salah satu tragedi besar menimpa kota ini pada 1 November 1755, ketika Gempa Lisbon yang dahsyat—diperkirakan bermagnitudo 8,5–9—disusul tsunami besar, meratakan Casablanca. Kota ini kemudian dibangun ulang oleh Sultan Sidi pada 1770 dan sempat diberi nama Dar al-Bayda, yang juga berarti “rumah putih”. Namun, nama Casablanca telah melekat kuat, menjadi identitas yang ikonik dan tak tergantikan hingga kini.

*** 

Di bawah langit senja yang meredup perlahan, saya duduk memandangi samudera dan siluet Masjid Hassan II. Di sela debur ombak dan hembus angin, saya teringat kembali akan Rick dan Ilsa.

Kisah mereka barangkali fiksi, tapi rasa yang mereka bawa—rindu, cinta, kehilangan—terasa sangat nyata. Seperti Casablanca sendiri, cinta mereka diuji oleh perang, kekuasaan, dan waktu. Tapi cinta sejati, seperti kota ini, tak pernah benar-benar musnah.

Casablanca bukan kota yang sempurna, tapi justru karena luka-lukanya ia jadi abadi. Dan mungkin, dalam setiap diri manusia, ada Casablanca—sebuah ruang di hati yang menyimpan kisah lama, getir, tapi tak pernah kita lupakan. Sebuah cinta yang terus hidup, as time goes by.

Bersambung...

*Penulis adalah alumni Fakultas Ekonomi Unhas. Pernah jadi anggota DPR RI. Kini, aktif jalan-jalan, kuliner, sembari mengelola usaha kecil menengah.