Budaya
Travel

Makna Spiritual Festival Sayyang Pattuddu dalam Perayaan Maulid Nabi di Polewali Mandar

UNHAS.TV - Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di Di Desa Dakka, Kecamatan Tapango, Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat, tahun 2024 ini disemarakkan dengan Festival Sayyang Pattuddu atau kuda penari.

Tradisi ini tidak hanya menyatukan unsur budaya dan agama, tetapi juga mengandung makna spiritual yang mendalam bagi masyarakat Mandar. 

Unhas.TV yang hadir dalam perayaan Maulid Nabi di Desa Dakka yang digelar pada 13 Oktober 2024 lalu, melihat tradisi tersebut memiliki keunikan tersendiri.

Masyarakat desa dari berbagai dusun, seperti Dakka, Katapang, dan Lakejo, turut berpartisipasi dalam arak-arakan Festival Sayyang Pattuddu, sebuah tradisi kuda menari yang telah menjadi bagian dari identitas budaya Mandar.

Sayyang Pattuddu sendiri dalam bahasa Mandar berarti "kuda menari". Budaya ini adalah bentuk ekspresi syukur yang biasanya dipersembahkan bagi anak-anak yang telah khatam Al-Quran.

Selain itu, Sayyang Pattuddu juga adalah budaya kesenian ini sering diadakan pada acara pernikahan, perayaan besar, dan penyambutan tamu penting.

Lantas kenapa ada kuda yang menari? Unsur tarian kuda yang ditampilkan oleh anak-anak menunjukkan kemahiran mereka dalam seni tradisional, serta memperkuat nilai-nilai religius yang diwariskan turun-temurun.

Kepala Desa Dakka, Abdullah Syarifuddin dalam keterangannya kepada Unhas.TV, mengatakan perayaan ini adalah yang pertama setelah sepuluh tahun vakum.

“Kami ingin melestarikan budaya ini karena merupakan bagian penting dari warisan leluhur yang harus terus kita pertahankan,” jelas Abdullah.

Pada Sayyang Patuddu kali ini, pihak panitia menampilkan lebih dari 30 ekor kuda yang diiringi musik rebana, di mana para peserta berlomba menunjukkan keahlian menunggang kuda dengan gaya menari.

Anak-anak perempuan yang turut serta menjadi penunggang kuda dalam arak-arakan ini menambah semarak perayaan Maulid.

Selain Sayyang Pattuddu, festival ini dimeriahkan oleh penampilan pakkalinda’da, pelantun pantun tradisional dalam bahasa Mandar, yang semakin menguatkan nuansa kearifan lokal.

Tradisi ini bahkan telah diakui sebagai Warisan Budaya Tak Benda Nasional oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sejak satu dekade yang lalu.

Dengan kembali digelarnya Festival Sayyang Pattuddu, masyarakat Dakka berharap bahwa perayaan Maulid Nabi dan tradisi lokal ini dapat terus dihidupkan dan diwariskan kepada generasi mendatang.

"Harapan kami bukan hanya sebagai hiburan, tetapi lebih sebagai wujud syukur dan penghormatan kepada nilai-nilai religius dan budaya," jelas Abdullah. (*)

(Rahmatia Ardi / Muh. Syaiful / Unhas TV)