Budaya

Akkaleo Dodoro, Tradisi Tahunan Desa Lantang di Takalar Jelang Panen Padi

TAKALAR, UNHAS.TV - Lantang adalah sebuah desa yang terletak di Kecamatan Polongbangkeng Selatan Kabupaten Takalar, Provinsi Sulawesi Selatan.

Nama Desa Lantang sendiri berangkat dari nama sungai yang terdapat di desa ini. Sungai itu yang menjadi urat nadi kehidupan masyarakat karena sebagai sumber pengairan untuk lahan pertanian.

Masyarakat setempat kemudian memberi nama sungai tersebut dengan nama lantang, yang berarti ”dalam” dari Bahasa Makassar. Kondisi yang sesuai dengan keadaan sungai yang dalam.

Nah, Desa Lantang yang jauh dari hingar bingar kehidupan kota, ternyata menyimpan satu budaya yang tak dimiliki daerah lain di Sulawesi Selatan.

Budaya unik apakah itu? Desa Lantang ternyata punya tradisi yang diwarisi dari leluhur dan turun temurun hingga menjadi identitas mereka yakni memiliki perayaan budaya akkaleo’ dodoro.

Kepada Unhas.TV, salah seorang penduduk asli Desa Lantang, Syamsiah Dg Puji, menuturkan tradisi a’dodoro ini dilakukan sebelum panen tiba. Masyarakat Desa Lantang telah menjadikan dodol ini sebagai kuliner tradisi yang dibuat dengan cara akkaleo’.

Kata akkaleo’ dodoro berasal dari Bahasa Makassar yang terdiri dari kata akkaleo yang berarti mengaduk/membuat dan dodoro yang berarti dodol.

“Kita ada tradisi buat dodol, namanya akkaleo’ dodoro. Jadi tradisi ini (pesta adat lammang) kita lakukan dua hari, sebelum panen padi dilakukan,”  kata Syamsiah.

“Nanti setelah panen baru puncaknya itu “appasorong“ namanya,” lanjutnya.

Appasorong dalam bahasa Makassar adalah aktivitas melarung atau membawa dodoro yang sudah dibikin masyarakat ke Sungai Lantang.

Dikutip dari goodnewsfromindonesia.id, budaya akkaleo’ dodoro menjadi tradisi yang wajib dilakukan sebelum panen dan setelah panen padi setiap tahun.

Tradisi ini berawal dari kepercayaan masyarakat Desa Lantang terhadap keberadaan seekor buaya yang menjadi penjaga dari sungai lantang yang disebut patanna Lantang atau patanna pa’rasangang yang masing-masing berarti pemilik/penjaga desa.

Masih dari goodnewsfromindonesia.id, buaya tersebut dipercaya oleh masyarakat lantang sebagai jelmaan nenek moyang atau leluhurnya.

Konon, menurut cerita yang tersebar di masyarakat bahwa peristiwa adat ini berawal dari kisah seseorang yang tinggal di Desa Lantang dalam suatu waktu ingin menyeberangi sungai tetapi merasa takut karena aliran sungai cukup deras.

Maka dari hal itu kemudian muncul seekor buaya dari sungai tersebut dan memintanya untuk naik ke punggungnya untuk dibawah sampai ke seberang sungai dengan selamat.

Buaya tersebut menudian meminta agar tiap tahunnya diadakan ritual disungai itu dengan makanan pokok dan lemang sebagai bentuk terimakasih atas jasanya.

Nilai-nilai Tradisi Adodoro

>> Baca selanjutnya

>> Baca Selanjutnya