UNHAS.TV - Pernahkah Anda sedang berbicara serius di depan orang banyak, mungkin dalam rapat, wawancara, atau presentasi, tiba-tiba suara “hik” keluar tanpa diundang?
Sekilas terdengar lucu, tetapi bagi yang mengalaminya, cegukan di saat genting bisa jadi momen yang memalukan.
Fenomena yang tampak sederhana ini ternyata punya mekanisme tubuh yang kompleks. Menurut Ketua Departemen Biokimia Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, dr. Marhaen Hardjo, M.Biomed., Ph.D., cegukan terjadi karena kontraksi spontan pada diafragma, otot besar yang berperan penting dalam sistem pernapasan.
“Ketika diafragma berkontraksi tiba-tiba, udara masuk ke paru-paru secara mendadak, dan pita suara menutup seketika, menghasilkan suara khas ‘hik’,” jelasnya.
Meski berlangsung singkat dan seringkali tidak berbahaya, cegukan bisa mengganggu aktivitas sehari-hari bila terjadi berulang atau terlalu lama.
“Cegukan yang berlangsung lama bisa mengganggu percakapan, makan, atau tidur. Selain itu, bisa menimbulkan rasa malu dan menurunkan rasa percaya diri, terutama jika terjadi di depan orang lain,” tambah dr. Marhaen.
Antara Emosi dan Kondisi Tubuh
Cegukan ternyata tidak hanya dipicu oleh faktor fisik. Dalam beberapa kasus, penyebabnya justru berasal dari sisi psikologis. Stres, kecemasan, bahkan kegembiraan yang berlebihan dapat memicu aktivitas saraf yang mengontrol diafragma menjadi tidak stabil.
Penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Neurology and Neuroscience (2022) menunjukkan bahwa aktivitas sistem saraf otonom dapat memengaruhi ritme diafragma, terutama saat seseorang mengalami perubahan emosi yang mendadak.
Karena itu, orang yang mudah gugup atau emosional cenderung lebih sering mengalami cegukan dibandingkan mereka yang tenang dan rileks.
Selain itu, faktor-faktor seperti makan atau minum terlalu cepat, mengonsumsi makanan pedas, minuman berkarbonasi, dan perubahan suhu ekstrem juga bisa menjadi pemicu.
“Cegukan bisa disebabkan oleh iritasi saraf vagus atau phrenic yang menghubungkan otak dengan diafragma,” tulis studi lain dalam Cleveland Clinic Journal of Medicine (2021).

Ketua Departemen Biokimia FK Universitas Hasanuddin dr Marhaen Hardjo MBiomed PhD. (dok unhas.tv)
Walau kebanyakan cegukan tidak berbahaya, dr. Marhaen mengingatkan pentingnya waspada jika cegukan berlangsung lebih dari 48 jam.
Kondisi ini dapat menandakan gangguan kesehatan serius seperti refluks asam lambung kronis, gangguan sistem saraf pusat, atau efek samping obat-obatan tertentu.
Beberapa kasus langka mencatat cegukan kronis yang terjadi selama berbulan-bulan. Salah satunya dialami oleh Charles Osborne dari Nebraska, AS, yang mengalami cegukan selama lebih dari 60 tahun, seperti dilaporkan oleh Guinness World Records. Fenomena ini menjadi contoh ekstrem betapa kompleksnya kerja sistem saraf manusia.
Mencegah dengan Tenang
Tidak ada cara pasti untuk menghentikan cegukan, tetapi sejumlah metode sederhana sering kali membantu: menahan napas beberapa detik, minum air perlahan, atau menarik napas dalam-dalam. Kuncinya adalah menenangkan tubuh dan pikiran.
Menurut dr. Marhaen, menjaga keseimbangan emosi dan kesehatan pencernaan menjadi cara terbaik untuk mencegah cegukan.
“Mengelola stres, makan dengan tenang, dan menghindari makanan pemicu iritasi bisa membantu mengurangi risiko,” katanya.
Selain faktor fisiologis, ada pula sisi sosial yang menarik. Dalam masyarakat, cegukan sering dihubungkan dengan mitos—seperti tanda bahwa seseorang sedang membicarakan kita.
Namun, sains menegaskan bahwa cegukan hanyalah reaksi refleks tubuh yang tak bisa dikendalikan secara sadar.
Cegukan mungkin hanya gangguan kecil, tapi dalam konteks sosial, efeknya bisa besar. Ia mampu mengubah suasana serius menjadi canggung, menguji kemampuan seseorang untuk tetap tenang di hadapan publik.
Dalam dunia yang semakin cepat dan penuh tekanan, cegukan seolah menjadi pengingat sederhana: tubuh dan pikiran memiliki cara unik untuk meminta kita berhenti sejenak, menarik napas, dan menenangkan diri.
Jadi, ketika suara “hik” itu muncul tiba-tiba di tengah pembicaraan penting, mungkin itu pertanda tubuh Anda sedang berkata, “tenang dulu sebentar.”
(Venny Septiani Semuel / Unhas.TV)