Kesehatan
News

Cegukan yang Sering Muncul, Apa Sebenarnya yang Terjadi di Tubuh?

UNHAS.TV - Siapa yang tidak pernah mengalami cegukan? Suara “hik” yang datang tiba-tiba di tengah makan, saat minum terlalu cepat, atau bahkan ketika tertawa lepas, memang sering terdengar sepele.

Namun, di balik fenomena kecil itu tersembunyi mekanisme kompleks tubuh manusia yang masih menjadi perhatian para peneliti medis hingga kini.

Menurut dr. Marhaen Hardjo, M.Biomed., Ph.D., Ketua Departemen Biokimia Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, cegukan terjadi ketika diafragma, otot tipis yang memisahkan rongga dada dan perut, berkontraksi secara mendadak dan tidak terkendali.

“Ketika diafragma berkontraksi tiba-tiba, udara masuk ke paru-paru secara mendadak. Hal ini menyebabkan pita suara menutup sesaat, dan muncullah suara khas yang kita kenal sebagai ‘hik’,” jelasnya.

Dalam kondisi normal, diafragma bekerja dengan ritme teratur untuk membantu proses pernapasan: menarik udara masuk dan mengeluarkannya kembali.

Namun, dalam keadaan tertentu, misalnya karena makan terlalu cepat, mengonsumsi makanan pedas, perubahan suhu yang mendadak, atau stres, ritme tersebut bisa terganggu.

Akibatnya, sinyal saraf dari otak ke diafragma mengalami gangguan singkat dan menimbulkan kontraksi refleks.

Sebuah penelitian yang dimuat dalam Journal of Neurogastroenterology and Motility (Singultus, 2020) menjelaskan bahwa refleks cegukan sebenarnya melibatkan koordinasi rumit antara sistem saraf pusat dan tepi, khususnya saraf frenikus dan saraf vagus yang mengontrol pergerakan diafragma dan laring.

Refleks ini disebut hiccup reflex arc adalah suatu sistem saraf otomatis yang bisa diaktifkan oleh berbagai pemicu, mulai dari distensi lambung akibat makan berlebihan hingga iritasi pada saluran pernapasan atas.

Lebih lanjut, dr. Marhaen menegaskan bahwa meski sebagian besar cegukan bersifat sementara, dalam beberapa kasus bisa menjadi tanda adanya gangguan medis yang lebih serius.

“Jika cegukan berlangsung lebih dari 48 jam atau disertai gejala lain seperti nyeri dada, gangguan pencernaan, atau sesak napas, sebaiknya segera diperiksakan ke dokter,” ujarnya.

Kondisi cegukan yang berlangsung lama, menurut studi dari The New England Journal of Medicine (Bock et al., 2021), dapat terkait dengan kelainan saraf pusat, penyakit refluks gastroesofageal (GERD), atau bahkan efek samping obat tertentu.

Kasus semacam ini dikenal sebagai intractable hiccups—cegukan yang berlangsung lebih dari dua hari dan memerlukan penanganan medis khusus.

Selain itu, beberapa faktor psikologis juga berperan. Penelitian oleh Kumar dan Jayaswal (2022) dalam Psychosomatic Medicine Review menemukan bahwa stres dan kecemasan dapat memicu kontraksi otot pernapasan yang tidak teratur, termasuk pada diafragma.

Hal ini menjelaskan mengapa cegukan kadang muncul saat seseorang gugup, marah, atau terlalu bersemangat.

Walaupun begitu, kebanyakan cegukan tidak perlu dikhawatirkan. Biasanya akan hilang dengan sendirinya dalam hitungan menit. Cara sederhana seperti menahan napas, meminum air perlahan, atau menarik napas dalam bisa membantu meredakannya.

Namun, yang lebih penting adalah memahami bahwa di balik suara “hik” yang lucu itu, tubuh sedang mengirimkan sinyal refleks biologis yang kompleks.

Di akhir wawancara, dr. Marhaen mengingatkan pentingnya mengenali kondisi tubuh sendiri. “Tubuh punya cara berkomunikasi yang unik, bahkan lewat cegukan. Kadang ia hanya butuh istirahat, tapi bisa juga memberi tanda bahwa ada yang tidak beres,” tuturnya.

Jadi, lain kali saat suara “hik” muncul, mungkin tubuh Anda sedang berbicara—bukan sekadar bercanda.

(Venny Septiani Semuel / Unhas.TV)