Lingkungan
News
Pendidikan

Dari Pemecah Gelombang Jadi Pembangkit Energi: Inovasi WCSP Unhas untuk Pelabuhan Masa Depan

Ketua OECEng-RG Unhas, Prof. Dr. Ir. Muhammad Arsyad Thaha, M.T saat tampil di program Unhas Speak Up di Unhas.TV, 5 Oktober 2025. Ia menjelaskan Pemecah Gelombang yang merupakan inovasi WCSP Unhas untuk jadi pembangkit energi listrik. (dok unhas.tv)

MAKASSAR, UNHAS.TV - Gelombang laut yang selama ini hanya dipandang sebagai ancaman bagi garis pantai. Namun kini gelombang laut berpotensi menjadi sumber energi bersih bagi kawasan pesisir.

Melalui inovasi Wave-Coupled Sea Wall Power Plant (WCSP), tim riset dari Ocean Energy and Coastal Engineering Research Group (OECEng-RG) Universitas Hasanuddin berhasil merancang struktur pemecah gelombang yang tidak hanya melindungi pantai, tetapi juga mampu menangkap energi dari gelombang laut untuk dikonversi menjadi listrik.

Ketua OECEng-RG Unhas, Prof Dr Ir Muhammad Arsyad Thaha MT IPM menjelaskan bahwa konsep WCSP didesain sebagai struktur multifungsi.

“Selama ini pemerintah membangun pemecah gelombang dengan biaya besar hanya untuk melindungi pantai. Nah, melalui WCSP, energi dari gelombang itu bisa kita manfaatkan untuk menghasilkan listrik,” jelas Prof. Arsyad dalam wawancara bersama UnhasTV.

Struktur WCSP memiliki bentuk zigzag dan dapat dibangun berlapis di sepanjang pelabuhan atau garis pantai.

“Kalau diterapkan di pelabuhan Makassar, desain WCSP bisa dibangun sejak awal menggantikan pemecah gelombang konvensional. Di atasnya tetap bisa dibangun dermaga untuk sandar kapal, sementara di bawahnya berfungsi sebagai pembangkit listrik gelombang,” paparnya.

Dengan sistem ini, energi yang dihasilkan dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan listrik di area pelabuhan tanpa harus bergantung sepenuhnya pada jaringan listrik konvensional.

Prof. Arsyad menegaskan bahwa desain ini memberikan efisiensi biaya karena memanfaatkan infrastruktur yang memang sudah dibutuhkan untuk perlindungan pantai.

“Dengan fungsi ganda, biaya pembangunan bisa ditekan. Pemerintah tetap mendapat pelindung pantai, tapi sekaligus pembangkit energi terbarukan,” ungkapnya.

Menurut hasil analisis tim riset Unhas, wilayah Sulawesi Selatan memiliki potensi besar untuk penerapan teknologi ini.

Meski gelombang di sekitar Makassar relatif kecil, kawasan Selayar, Pantai Bantaeng, hingga Teluk Bone memiliki arus dan perbedaan suhu laut yang kuat.

Kondisi tersebut sangat ideal untuk dikembangkan menjadi sumber energi laut, baik dari sistem gelombang (wave energy) maupun perbedaan suhu laut (OTEC).

“Sulawesi punya laut dalam di sekitarnya yakni Laut Flores, Laut Banda, dan Selat Makassar. Itu semua berpotensi untuk OTEC, sedangkan arus di celah-celah pulau kecil bisa digunakan untuk memutar turbin. Jadi, potensi kita luar biasa besar,” ujar Prof. Arsyad.

Namun, tantangan utama masih terletak pada biaya investasi dan teknologi. Struktur laut memerlukan material khusus yang tahan korosi dan tekanan tinggi.

Karena itu, riset lanjutan terus dilakukan untuk menemukan bahan dan desain yang lebih murah tanpa mengurangi kualitas. “WCSP ini salah satu contoh bagaimana inovasi bisa menekan biaya dengan pendekatan multifungsi,” tambahnya.

Selain WCSP, tim riset Unhas juga mengembangkan UHPOT (Universitas Hasanuddin Pot) yaitu model batu buatan dari beton pracetak untuk perlindungan pantai.

Inovasi ini memiliki delapan kaki yang saling mengunci, memberikan stabilitas tinggi terhadap gelombang besar sekaligus lebih efisien dibanding batu alam atau tetrapod impor.

Ke depan, Prof. Arsyad berharap pemerintah dapat memberikan dukungan nyata terhadap riset energi laut melalui kebijakan teknis dan pendanaan berkelanjutan.

“Undang-Undang tentang energi terbarukan sudah ada, tapi implementasinya perlu diperkuat. Kami di kampus siap memberikan solusi teknologi. Tinggal sinergi dan komitmen yang perlu kita kuatkan,” tutupnya.

Melalui inovasi seperti WCSP, Universitas Hasanuddin berupaya menjawab tantangan transisi energi nasional dengan memanfaatkan kekayaan maritim yang dimiliki Indonesia.

Jika dikembangkan serius, bukan tidak mungkin Sulawesi Selatan menjadi pusat energi laut masa depan, tempat laut bukan hanya menjaga pantai — tapi juga menyalakan kehidupan.

(Rahmatia Ardi / Unhas.TV)