Lingkungan

PSLH UNHAS Latih Calon Penilai AMDAL: Menjaga Lingkungan dari Donggala hingga Samarinda

Kepala PSLH LPPM Unhas, Prof. Dr. Anwar Daud, SKM., M.Kes. (tengah), bersama panitia dan peserta luring Pelatihan Penilai AMDAL yang berlangsung 1–8 November 2025, berfoto bersama di ruang pelatihan Unhas. Peserta lain dari Donggala, Samarinda, dan individu profesional turut bergabung secara daring melalui layar konferensi di belakang. undefined

MAKASSAR, UNHAS.TV— Di tengah laju pembangunan yang kian agresif, Indonesia menghadapi kenyataan pahit: hutan seluas kurang lebih 650.000 hektar hilang setiap tahun, sementara 40% bencana ekologis di negeri ini disebabkan oleh aktivitas manusia yang tak terkendali. Dalam situasi seperti ini, AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) bukan sekadar dokumen administratif—ia adalah pagar terakhir sebelum alam kehilangan daya pulihnya.

Kesadaran itu pulalah yang melandasi Pelatihan Penilai AMDAL yang digelar Pusat Studi Lingkungan Hidup (PSLH) – LPPM Universitas Hasanuddin pada 1–8 November 2025. Pelatihan ini tidak hanya membekali peserta dengan sertifikat, tetapi juga membentuk agen-agen penjaga lingkungan, yang kelak menentukan apakah sebuah proyek boleh berjalan atau harus dihentikan demi keamanan ekosistem dan keselamatan manusia.

Pelatihan digelar secara hybrid dan diikuti tujuh peserta dari lintas institusi. Empat peserta hadir langsung di Makassar: Dian Megawati, Erik, Sultan Abd. Rahman, dan Syahrir—seluruhnya dari Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Donggala. Tiga peserta lainnya mengikuti secara daring: Nugraha Arifin dan Lily Dewi Candinegara sebagai peserta individu, serta Rahman Putra dari Dinas Kesehatan Kota Samarinda. Mereka datang dari latar belakang berbeda, namun membawa misi yang sama: memahami, menguasai, dan menerapkan standar baru penilaian lingkungan.

Selama satu pekan, para peserta digembleng intensif. Mereka mempelajari regulasi terbaru pasca UU Cipta Kerja, melakukan simulasi penilaian dokumen AMDAL, mendalami dampak sosial-ekologi yang sering terabaikan dalam pembangunan, hingga berlatih standar penjaminan mutu kajian lingkungan—materi yang kini diwajibkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLH).

“Pelatihan ini bukan sekadar formalitas. Standar penilaian AMDAL kini jauh lebih ketat. Hanya mereka yang benar-benar kompeten yang boleh memberikan approval lingkungan,” ujar Prof. Dr. Anwar Daud, SKM., M.Kes, Kepala PSLH UNHAS.

“Ini bukan hanya soal dokumen, tapi soal kehidupan—karena lingkungan yang rusak selalu berbalik mengancam manusia.”

Sejak 2024, PSLH UNHAS telah mengantongi lisensi resmi sebagai Lembaga Pelatihan Kompetensi (LPK) AMDAL dari KLHK, dan lisensi tersebut diperbarui kembali pada 2025. Lembaga ini memiliki kewenangan penuh menerbitkan sertifikat kelulusan bagi peserta yang memperoleh nilai di atas 70—sementara mereka yang belum mencapai nilai minimum akan diberikan surat keterangan resmi sebagai catatan rekam pelatihan.

Ketua Pelaksana, Dr. Muhammad Junaid, SP., MP., Ph.D., MCE, menyebut pelatihan ini sebagai bagian dari kontribusi ilmiah Unhas bagi negeri.

“Yang kami latih bukan sekadar tenaga teknis, tetapi penjaga masa depan lingkungan. Mereka akan menentukan apakah pembangunan layak berjalan atau justru harus dipertimbangkan ulang.”

Kepala Pusat Studi Lingkungan Hidup (PSLH) LPPM Unhas, Prof. Dr. Anwar Daud, SKM., M.Kes. (tengah), menyerahkan cenderamata kepada perwakilan peserta Pelatihan Penilai AMDAL dari Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Donggala, didampingi Ketua Pelaksana Dr. Muhammad Junaid, SP., MP., Ph.D., MCE (kanan), sebagai simbol apresiasi dan komitmen bersama dalam memperkuat kapasitas penilai lingkungan hidup di daerah. Pelatihan berlangsung 1–8 November 2025 dan diikuti peserta dari Donggala, Samarinda, serta individu profesional.
Kepala Pusat Studi Lingkungan Hidup (PSLH) LPPM Unhas, Prof. Dr. Anwar Daud, SKM., M.Kes. (tengah), menyerahkan cenderamata kepada perwakilan peserta Pelatihan Penilai AMDAL dari Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Donggala, didampingi Ketua Pelaksana Dr. Muhammad Junaid, SP., MP., Ph.D., MCE (kanan), sebagai simbol apresiasi dan komitmen bersama dalam memperkuat kapasitas penilai lingkungan hidup di daerah. Pelatihan berlangsung 1–8 November 2025 dan diikuti peserta dari Donggala, Samarinda, serta individu profesional.


Kelas Pelatihan ke Ruang Kebijakan

Bagi daerah seperti Donggala—yang pernah diterjang tsunami 2018—dan Samarinda—yang bergulat dengan banjir akibat pembukaan lahan—kehadiran penilai AMDAL yang kompeten bukan lagi pilihan, melainkan kebutuhan mendesak. Tanpa penilaian yang akurat, pembangunan bisa berubah menjadi bencana yang diwariskan ke generasi berikutnya.

Karena itu, pelatihan ini sesungguhnya bukan hanya soal meningkatkan kapasitas ASN atau profesional, tetapi tentang memutus mata rantai kerusakan lingkungan dengan sains, kehati-hatian, dan tanggung jawab moral.

Jejak Kontribusi UNHAS untuk SDGs

Pelatihan ini juga menegaskan jejak kontribusi Universitas Hasanuddin dalam mendukung agenda Sustainable Development Goals (SDGs). Melalui penguatan kapasitas penilai AMDAL berbasis keilmuan mutakhir, UNHAS berperan langsung pada upaya penanganan perubahan iklim (SDG 13), karena setiap keputusan terkait pembangunan kini harus mempertimbangkan dampak ekologis secara ilmiah, bukan sekadar administratif. Pada saat yang sama, kegiatan ini turut mendukung perlindungan ekosistem darat dan keanekaragaman hayati (SDG 15), sebab penyusunan dan penilaian AMDAL yang tepat akan menentukan batas aman eksploitasi sumber daya alam.

Dari sisi pendidikan, pelatihan ini memperlihatkan bagaimana kampus tidak hanya menyelenggarakan pembelajaran formal, tetapi juga menyediakan pendidikan berbasis kompetensi nasional yang diakui negara (SDG 4), dengan lisensi resmi pelatihan dari KLHK. Lebih jauh lagi, program ini menjadi contoh konkret kemitraan strategis antara universitas dan lembaga pemerintah (SDG 17), menunjukkan bahwa perlindungan lingkungan hidup hanya mungkin dilakukan jika ilmu pengetahuan, kebijakan publik, dan komitmen moral berjalan beriringan.

Dengan begitu, kegiatan ini bukan hanya menambah jumlah orang bersertifikat, tetapi memperluas lingkaran kolaborasi antara akademisi, pemerintah, dan masyarakat—sebuah langkah kecil, tetapi signifikan, dalam menjaga masa depan planet ini.

Dengan pelatihan ini, Unhas menunjukkan bahwa universitas bukan hanya pusat ilmu, tetapi juga pusat perlindungan kehidupan. Dari barat Sulawesi hingga Kalimantan Timur, para peserta pulang membawa pengetahuan, tetapi juga amanah: menjaga bumi, sebelum bumi kehilangan kemampuan menjaga manusia.(*)