MAKASSAR, UNHAS.TV - Universitas Hasanuddin (Unhas) kembali menjadi tuan rumah ajang kompetisi tahunan bertaraf internasional, Chinese Bridge 2025.
Kegiatan yang berlangsung pada Jumat, 23 Mei 2025, di Aula Prof. Mattulada, Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Unhas ini diikuti puluhan pelajar dan mahasiswa dari berbagai jenjang pendidikan di Sulawesi Selatan.
Kompetisi yang diselenggarakan oleh Program Studi Bahasa Mandarin dan Kebudayaan Tiongkok Unhas ini merupakan bagian dari seleksi wilayah untuk ajang Chinese Bridge tingkat nasional dan internasional.
Tahun ini, kompetisi Chinese Bridge menghadirkan tiga kategori utama yang menantang para peserta menunjukkan kapasitas linguistik dan artistik mereka.
Kategori tersebut mencakup pidato dalam Bahasa Mandarin, tanya jawab spontan (impromptu speaking), serta pertunjukan bakat budaya Tiongkok, mulai dari menyanyi lagu tradisional, memainkan alat musik khas Tiongkok, hingga melukis dan menari.
Para peserta yang terdiri dari siswa SMP, SMA, hingga mahasiswa, tampil antusias dan penuh semangat. Mereka dinilai oleh panel juri yang berasal dari dosen pengajar Bahasa Mandarin, alumni Chinese Bridge, dan perwakilan dari institusi kebudayaan Tiongkok.
Wakil Rektor Bidang Kemitraan, Inovasi, Bisnis, dan Kewirausahaan Unhas, Prof. Dr. Eng. Adi Maulana, S.T., M.Phil, dalam sambutannya menegaskan pentingnya peran Chinese Bridge sebagai bagian dari diplomasi pendidikan.
Menurutnya, penguasaan bahasa dan pemahaman budaya adalah kunci membangun jembatan antarmasyarakat dalam lanskap global yang semakin saling terhubung.
“Kita tahu bersama di Sulawesi banyak sekali investasi-investasi Tiongkok yang hadir di sini. Tentu saja mereka berharap banyak kepada Unhas untuk bisa menjadi jembatan bagi industri-industri ini agar lebih produktif, dan memberikan dampak nyata bagi Sulawesi maupun Indonesia secara umum,” ujar Prof. Adi.
Ia menambahkan bahwa program seperti Chinese Bridge dapat menjembatani kepentingan pendidikan dan ekonomi melalui jalur-jalur budaya yang bersifat inklusif dan dialogis.
Senada dengan itu, Dekan Fakultas Ilmu Budaya Unhas, Prof. Dr. Andi Muhammad Akhmar, M.Hum., menekankan peran sentral fakultasnya dalam membangun pemahaman lintas budaya.
“Fakultas Ilmu Budaya adalah pintu masuk untuk belajar banyak hal, termasuk budaya sendiri, budaya negara lain, ekonomi, politik, dan kerja sama internasional.
"Kegiatan seperti ini bisa dimanfaatkan mahasiswa untuk menjadi jembatan dalam hubungan antarnegara, termasuk antara Indonesia dan Tiongkok,” kata Prof. Akhmar.
Ia menyebut bahwa FIB Unhas tidak hanya menjadi tempat mempelajari kebudayaan, tetapi juga berfungsi sebagai pusat pengembangan soft diplomacy yang sangat relevan dalam konteks global saat ini.
Kompetisi Chinese Bridge (Hanyu Qiao) merupakan program tahunan yang digagas oleh Hanban/Center for Language Education and Cooperation (CLEC) di bawah Kementerian Pendidikan Tiongkok.
Sejak diselenggarakan pertama kali pada tahun 2002, Chinese Bridge telah menjadi forum penting dalam memperkenalkan Bahasa Mandarin dan budaya Tiongkok ke dunia internasional, termasuk Indonesia.
Lebih dari sekadar kompetisi bahasa, Chinese Bridge dirancang sebagai medium “soft power” yang memperkuat jaringan kerja sama antarnegara melalui diplomasi budaya.
Dengan mendekatkan generasi muda kepada bahasa dan budaya Tiongkok, ajang ini berkontribusi terhadap pembentukan pemahaman yang lebih inklusif dan damai antarkebudayaan.
Di Indonesia, Chinese Bridge diselenggarakan melalui kerja sama antara universitas-universitas mitra yang memiliki program studi Bahasa Mandarin dan institusi kebudayaan seperti Confucius Institute atau Chinese Language Center.
Kegiatan ini kerap menjadi batu loncatan bagi peserta untuk memperoleh beasiswa studi ke Tiongkok atau mengikuti program pertukaran pelajar.
Dengan terselenggaranya kompetisi Chinese Bridge 2025, Universitas Hasanuddin sekali lagi menunjukkan peran strategisnya sebagai institusi pendidikan yang aktif membangun jembatan antarbudaya.
Dalam dunia yang semakin saling terhubung, penguasaan bahasa asing dan pemahaman lintas budaya menjadi elemen penting dalam menciptakan kerja sama internasional yang harmonis dan produktif.
Sebagai bagian dari agenda diplomasi pendidikan nasional, ajang seperti Chinese Bridge bukan hanya milik para pelajar atau akademisi, tetapi milik masa depan hubungan antarbangsa yang lebih saling menghormati, terbuka, dan maju bersama.
(Zahra Tsabitha Sucheng/ Pander Josua Nababa/ Unhas.TV)