UNHAS.TV - Nama lengkapnya Muhammad Ilyas. Bahwa ia kemudian lebih dikenal dengan nama Elli Oschar, ternyata ada ceritanya.
Elli sebenarnya tidak yakin tanggal kelahirannya yang benar. "Maklum, saya lahir di kampung. Akta kelahiran tidak sempat diurus. Yang teringat hanya bulan dan tahunnya," kata Wakil Dekan III Fakultas Agama Islam Unismuh Makassar, Elli Oscar SPdI, MPdI, kepada Unhas TV.
Elli menyebut lahir di saat Ellyas Pical sedang naik daun, namanya terkenal di seluruh dunia.
Bagi yang belum tahu, Ellyas Pical adalah petinju pertama asal Indonesia yang berhasil menjadi juara tinju. Elyas juara IBF kelas bantam yunior di tahun 1985 hingga 1989.
Ayahnya yang pengagum Ellyas Pical akhirnya menamakan anaknya dengan nama Ilyas. Tapi, neneknya lebih senang memanggilnya dengan nama Elli. Jadilah, Elli sebagai nama resminya bahkan dipakai di ijazah.
Adapun tambahan Oschar adalah inisiatifnya sendiri. Oschar dari singkatan nama ayahnya, Usman Karoncing. "Terkesan kebarat-baratan padahal ini Bugis asli. Beberapa kali juga dikira perempuan karena nama Elli, padahal saya pria tulen, punya dua anak dari satu istri," kata Ketua Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah Sulsel itu dan mantan Ketua Pengurus Wilayah Ikatan Pemuda Muhammadiyah Sulsel.
Upayanya menjadi calon Dewan Perwakilan Daerah (DPD) asal Sulawesi Selatan didasari atas pengalamannya sebagai organisatoris sejak kuliah di Fakultas Pendidikan Agama Islam (FAI) Universitas Muhammadiyah Makassar.
Elli kerap menjabat sebagai Ketua Umum Badan Eksekutif Mahasiswa FAI dan menjadi Presiden Mahasiswa. Pengalaman itu memberinya pelajaran bahwa kekuasaan itu penting, terlebih jika kekuasaan itu dipakai untuk menolong.
"Kekuasaan itu ranah kebangsaan untuk bisa lebih bermanfaat bagi masyarakat sekitar.
Berdakwah lewat kekuasaan itu jauh lebih efektif, dibanding tidak memgang kekuasaan," kata Sekertaris DPD KNPI Sulsel.
"Semasa mahasiswa, hobi saya demo. Nasibnya terbalik sekarang, justru kita lagi yang didemo," katanya.
Hobi demo pula yang membuatnya harus dikeluarkan dari kampus. Tapi, nasib berpihak baik kepadanya. Setelah sarjana dan melanjutkan pendidikan magister, ia kembali ke kampus sebagai guru SMP Unismuh Makassar. Ia juga pernah menjadi tenaga ahli di Komisi VII DPR RI.
Ketika terbuka peluang jadi dosen, ia memberanikan diri melamar. Modal sebagai pengurus Muhammadiyah memudahkan langkahnya masuk daftar calon dosen.
Oleh yayasan yang mengelola Unismuh Makassar, nama Elli dimasukkan sebagai calon prioritas paling belakang. Siapa sangka, ia terterima jadi dosen.
Ketika pelantikan dosen baru, Rektor Unismuh kaget ada Elli di barisan itu. "Bukannya kamu pernah di-DO? Bagaimana caranya? Ini pasti lewat jalur resmi?" tanya Rektor Unismuh kala itu.
Elli berkilah, jika masuk jalur tak resmi, bagaimana mungkin namanya bisa diproses oleh yayasan. "Waktu itu saya setengah bercanda menjawab. 'Apa Bapak tidak lihat nama saya ada di dekat tanda tangan rektor dan yayasan? Nama yang paling dekat tanda tangan itu biasanya selalu resmi,".
Keyakinan bahwa dakwah melalui jalur kekuasaan ternyata jauh lebih efektif, amat terasa ketika rajin bepergian di Sulawesi Selatan hingga Papua sebagai da'i atau pendakwah.
Ia memilih memilih jalur DPD RI atas dorongan dan dukungan dari Muhammadiyah. Muhammadiyah selama ini aktif mendorong kader-kadernya mencalonkan sebagai calon anggota DPRD hingga DPD RI.
Pertaruhannya sebagai calon anggota DPD, menurutnya, juga adalah pertaruhan kekuatan Muhammadiyah. "Seberapa besar suara yang bisa saya kumpul, berarti sebesar itu kekuatan Muhammadiyah. Makanya, saya yakin Muhammadiyah akan berjuang keras agar kader-kader dan pengurus Muhammadiyah menyatakan dukungan suaranya ke saya," ujarnya.
Ia yakin, mereka yang akan terpilih sebagai anggota DPD adalah mereka yang punya basis massa yang terkonsolidasi. Ia juga yakin, Muhammadiyah kali ini akan lebih kuat memperjuangkan kadernya.
"DPD itu butuh minimal 500 ribu suara. Tidak ada yang mampu tanpa ada dukungan organisasi," kata calon anggota termuda DPD di antara 17 calon lainnya.(uswa)