Saat lonceng di Basilika Santo Petrus berdentang panjang dan lambat, umat Katolik di seluruh dunia tahu: pemimpin mereka telah pergi. Dalam keheningan Vatikan, prosesi spiritual dan administratif yang telah berumur berabad-abad kembali bergulir.
Inilah momen ketika Gereja Katolik Roma memasuki masa transisi paling sakral: dari kematian Paus hingga terpilihnya pengganti yang baru.
Segalanya dimulai dengan ketukan lembut pada pintu kamar Paus oleh Camerlengo, sang pejabat tertinggi sementara Tahta Suci. Ia memanggil nama baptis Sri Paus tiga kali. Tidak ada jawaban. Sunyi. Maka ia pun menyatakan: pontiff telah wafat.
Tugas pertama Camerlengo adalah menghancurkan Fisherman’s Ring, cincin nelayan yang dulunya digunakan Paus untuk menyegel dokumen resmi. Cincin itu bukan sekadar perhiasan, tetapi lambang otoritas rohani.

Fisherman's Ring
Dengan dihancurkannya, berakhir pula secara simbolik masa jabatan sang Paus. Ia bukan lagi penerus Petrus, melainkan jiwa yang menuju keabadian.
Lalu diumumkanlah kabar duka itu kepada dunia. Berita yang membelah keheningan, mengguncang jutaan umat di lima benua. Bendera setengah tiang dikibarkan. Doa-doa pun dipanjatkan dari Basilika hingga kapel-kapel kecil di sudut-sudut kota.
Selama sembilan hari berturut-turut, Misa Requiem dipersembahkan untuk arwah Sri Paus. Tubuhnya, yang telah disemayamkan di Basilika Santo Petrus, diziarahi umat yang datang tak henti-henti, mengantar kepergian sang gembala dengan air mata dan doa.

Sesuai tradisi, jenazah akan dimakamkan dalam tiga peti—kayu, timah, dan kayu kembali—sebagai lambang keabadian, kemurnian, dan kebangsawanan rohani. Biasanya, ia dibaringkan di ruang bawah tanah Basilika, menyatu dengan para pendahulunya.
Inilah masa yang disebut Sede Vacante—“Tahta Kosong.” Dalam masa ini, Gereja tidak memiliki Paus, dan seluruh kekuasaan eksekutif ditangguhkan. Hanya tugas administratif yang dijalankan oleh Camerlengo. Tak ada keputusan besar. Tak ada pengangkatan uskup. Gereja berdiam. Menunggu.
Namun di balik diamnya dinding Vatikan, denyut pemilihan mulai terasa. Para Kardinal, dari segala penjuru dunia, dipanggil pulang ke Roma. Mereka bukan sekadar pejabat tinggi Gereja; mereka adalah penjaga obor apostolik, yang kini harus memilih pemegang obor berikutnya.

Conclave—itulah nama proses sakral itu. Dalam bahasa Latin, artinya “ruang terkunci.” Dan memang begitu adanya. Di dalam Kapel Sistina, di bawah langit-langit lukisan agung Michelangelo, para Kardinal berkumpul dan terkunci, terputus dari dunia luar. Tak ada sinyal, tak ada surat, tak ada suara selain bisikan doa dan desah pertimbangan.
Setiap hari, dua kali para Kardinal memberikan suara. Tiap lembar diserahkan dengan bisikan penuh hormat: “Eligo in Summum Pontificem...”—Aku memilih sebagai Paus... Hanya jika satu nama mencapai dua pertiga suara, pemilihan dianggap sah.
Ketika momen itu tiba, ketika satu nama menyentuh ambang kepercayaan suci, dunia menanti satu jawaban sederhana namun penuh beban: "Acceptasne electionem tuam?"—Apakah engkau menerima pemilihan ini? Dan sang terpilih, seorang Kardinal yang mendadak menjadi pusat perhatian umat, menjawab: Accepto.
Ia pun memilih nama kepausan—nama yang akan membingkai arah dan semangat pontifikatnya. Mungkin ia memilih nama pendahulunya, sebagai tanda kesinambungan. Atau nama seorang santo, sebagai kompas moral dan rohani.
Lalu, setelah belasan hari kabut menutup jendela dunia dari proses pemilihan, tabir ditarik. Asap putih mengepul dari cerobong Kapel Sistina. Teriakan kegembiraan membuncah dari ribuan umat di Lapangan Santo Petrus. Kamera-kamera bersiaga.

Seorang Kardinal naik ke balkon tengah Basilika dan mengucapkan kalimat yang dinantikan jutaan hati:
“Habemus Papam!”
Kami telah memiliki Paus!
Sosok berjubah putih muncul, melambaikan tangan. Dunia menyambut dengan haru. Dan dengan berkat Urbi et Orbi—untuk kota dan dunia—babak baru Gereja Katolik dimulai.
Karena dalam diam, dalam ritual, dalam kepatuhan pada tradisi yang panjang, Gereja tidak pernah berhenti berjalan. Ia hanya menunggu satu jiwa untuk kembali menuntun—dari Tahta Petrus ke seluruh penjuru dunia.