MAKASSAR, UNHAS.TV-
Asosiasi Sejarah Amerika (The American Historical Association (AHA) pada
hari Minggu, 6 Januari, mengesahkan sebuah resolusi yang mengutuk Israel atas
tindakan penghancuran infrastruktur pendidikan di Gaza secara sengaja selama
perang 15 bulan dengan Hamas, yang disebut sebagai “Penghancuran Pendidikan-
atau dikenal dengan istilah scholasticide.”
Menurut laporan
media The Times of Israel, resolusi internal ini disahkan dengan 428 suara
setuju dan 88 suara menolak dalam konferensi tahunan dari asosiasi sejarawan
terbesar di Amerika.
Resolusi
tersebut menyatakan bahwa serangan Israel "secara efektif telah menghancurkan
fasilitas dan sistem pendidikan di Gaza." Resolusi ini kini dikirim ke
dewan asosiasi untuk pengambilan keputusan lebih lanjut (persetujuan, veto,
atau penolakan).
Anak-anak duduk di reruntuhan dekat tenda yang digunakan sebagai pusat pendidikan darurat di Jabalia, Gaza utara, pada 8 September 2024. (Kredit: Omar al-Qattaa/AFP)
Beberapa
pemimpin Asosiasi Sejarah Amerika, termasuk Susan Marchand, presiden terpilih
asosiasi ini, menyatakan ketidaksetujuan mereka terhadap resolusi tersebut.
Resolusi
tersebut menuduh Israel telah menghancurkan 80 persen sekolah di Gaza dan
membuat 625 ribu anak tidak memiliki akses ke pendidikan. Selain itu, semua 12
kampus universitas di Gaza, arsip, perpustakaan, pusat budaya, museum, dan toko
buku di Gaza, termasuk 195 situs warisan budaya, 227 masjid, tiga gereja, serta
perpustakaan Universitas Al-Aqsa, juga telah dihancurkan.
Pembentukan Komite untuk Membantu
Rekonstruksi Infrastruktur Pendidikan di Gaza
Resolusi ini juga mengutuk “pengusiran
paksa yang berulang-ulang terhadap warga Gaza oleh militer Israel, yang
mengakibatkan hilangnya masa pendidikan dan pembelajaran siswa serta guru
secara tak tergantikan, dan akan menghambat studi sejarah Palestina.”
Pertemuan Sejarawan Amerika (Foto:Istimewa)
Resolusi tersebut menyerukan “gencatan
senjata permanen untuk menghentikan penghancuran fasilitas dan lembaga
pendidikan sebagaimana yang telah didokumentasikan di atas" serta
berkomitmen untuk “membentuk sebuah komite guna membantu rekonstruksi
infrastruktur pendidikan di Gaza.”
Israel berulang kali membantah menargetkan
infrastruktur sipil di Gaza tanpa justifikasi militer, dengan menyatakan bahwa
Hamas dan kelompok-kelompok militan Palestina lainnya secara rutin menjalankan
operasi mereka di lokasi-lokasi sipil, termasuk sekolah, rumah sakit, rumah
tinggal, dan masjid.
Militer Israel mengatakan bahwa mereka
tidak punya pilihan selain menyerang lokasi-lokasi tersebut ketika digunakan
untuk tujuan militer, karena mereka mengejar tujuan perang untuk menggulingkan
Hamas.
Kementerian Kesehatan Gaza, yang dikelola
oleh Hamas, melaporkan bahwa sejak 7 Oktober 2023, lebih dari 45.000 orang di
Jalur Gaza telah tewas atau diduga tewas dalam konflik tersebut. Namun, angka
korban ini tidak dapat diverifikasi, dan tidak ada pembedaan yang jelas antara
warga sipil dan militan.
Israel menyatakan bahwa mereka telah
membunuh sekitar 18.000 militan dalam pertempuran hingga November, serta 1.000
"teroris" lainnya di dalam wilayah Israel pada 7 Oktober.
Perang yang sedang berlangsung di Jalur
Gaza telah menyebabkan kecaman terhadap Israel di dunia Barat, dan para
akademisi Amerika sering mengkritik tindakan pemerintah Israel. Tahun lalu,
bersamaan dengan meningkatnya antisemitisme, terjadi gelombang aktivitas
anti-Israel di berbagai universitas di Amerika Serikat.(*)