JAKARTA,UNHAS.TV- Di bawah kubah parlemen Indonesia yang megah, sebuah suara bulat menggema dari dunia Islam. Pada Kamis, 15 Mei 2025, Konferensi ke-19 Uni Parlemen Negara-Negara Anggota Organisasi Kerja Sama Islam (PUIC:Parliamentary Union of the OIC Members States ) resmi menutup sidangnya di Jakarta dengan sebuah pernyataan monumental: Deklarasi Jakarta.
Deklarasi ini bukan sekadar dokumen penutup, melainkan hasil pertemuan pemikiran dan kepedulian lebih dari 500 delegasi dari 37 negara anggota PUIC. Dalam suasana yang penuh keprihatinan atas tragedi kemanusiaan di Gaza dan ketidakadilan global yang masih merajalela, Ketua Badan Kerja Sama Antarparlemen (BKSAP) DPR RI, Mardani Ali Sera, membacakan 17 butir deklarasi yang menggetarkan nurani dunia.
Salah satu poin paling tajam dalam Deklarasi Jakarta, sebagaimana laporan Minanews.net (15/5), adalah seruan kepada Mahkamah Pidana Internasional (ICC) untuk menuntaskan penyelidikan terhadap Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, dan mantan Menteri Pertahanannya, Yoav Gallant. Keduanya telah menerima surat perintah penangkapan atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.
“Deklarasi ini menegaskan dukungan penuh terhadap ICC dan ICJ dalam memproses secara hukum para pejabat Israel yang bertanggung jawab atas agresi brutal terhadap rakyat Palestina,” tegas Mardani kepada awak media usai sidang penutupan.
Ketua DPR RI, Puan Maharani, yang memimpin jalannya forum, menyatakan bahwa Deklarasi Jakarta mencerminkan solidaritas kuat dunia Islam dan komitmen parlemen terhadap keadilan serta hak asasi manusia. Ia menambahkan, “Kita semua sepakat, sudah saatnya dunia berhenti menutup mata terhadap penjajahan dan kekerasan sistematis terhadap rakyat Palestina.”
Dari Palestina ke Dunia: Menolak Aneksasi, Mengutuk Blokade, Mendukung Perjuangan
Deklarasi Jakarta juga menolak secara tegas semua bentuk aneksasi terhadap wilayah Palestina, termasuk skenario pencaplokan Jalur Gaza dengan alasan keamanan. Dokumen itu mengecam relokasi paksa warga Palestina sebagai tindakan yang melanggar hukum internasional dan prinsip-prinsip dasar kemanusiaan.
Isu kemerdekaan Palestina menjadi fokus utama. Dalam butir-butirnya, Deklarasi menuntut penghentian total serangan militer Israel, pembebasan tahanan Palestina—terutama perempuan dan anak-anak—dan menegaskan kembali posisi Yerusalem Timur sebagai ibu kota sah Palestina berdasarkan batas wilayah sebelum tahun 1967.
Tak hanya itu, anggota PUIC juga menyerukan isolasi diplomatik terhadap Israel dan sanksi multilateral dari komunitas internasional, sebagai tekanan nyata terhadap kekuatan pendudukan.
“Bulan depan kita akan menghadapi konferensi penting di Markas PBB untuk membahas Solusi Dua Negara. Anggota PUIC harus satu suara,” ujar Mardani, menggarisbawahi pentingnya strategi kolektif.