Polhum

Ilham Akbar Mustafa: Alumnus Teknik Unhas di Pucuk Pimpinan AMPG




“Digitalisasi membuat cara anak muda berpolitik berubah total. Partai harus mengejar ketertinggalannya, bukan justru menutup ruang,” kata Ilham. 

Dia tak sekadar memaparkan opini, tapi semacam peta jalan: ia menyodorkan fakta rendahnya minat pemuda terhadap partai politik, menggarisbawahi krisis kepercayaan yang membentang sejak era Reformasi, dan menawarkan gagasan tentang transformasi kultural dalam struktur politik Indonesia.

Ia mengutip keberhasilan partai hijau di Jerman dan RN di Prancis dalam merangkul pemuda, sekaligus menyindir partai-partai tua di Indonesia yang masih terjebak dalam komunikasi satu arah dan regenerasi semu. “Pemuda tak butuh panggung semata, tapi peran nyata dalam pengambilan keputusan,” tulisnya.

Ilham percaya, anak muda harus disiapkan bukan hanya untuk jadi penggembira politik lima tahunan, tapi sebagai pembentuk arah bangsa jangka panjang. Karena itu, keterlibatan harus dimulai dari struktur internal, dari dapur organisasi, bukan hanya lewat seremonial kampanye.

Menata Masa Depan dari Belakang Layar

Ilham bukan politisi yang suka sorotan. Ia lebih nyaman bekerja dalam senyap, menyusun strategi kaderisasi, membina jaringan antargenerasi, dan mendekatkan AMPG pada dunia anak muda—termasuk yang aktif di media sosial, komunitas digital, atau aktivisme lingkungan.

Dalam pidato singkat usai pelantikannya di Hotel Borobudur, ia hanya berkata: “Tugas kita bukan jadi selebritas politik. Tugas kita adalah menyiapkan generasi yang tak hanya bisa bicara, tapi juga bisa bekerja dan dipercaya.”

Banyak yang menilai, sikap itu membuatnya berbeda. Di saat sebagian politisi muda sibuk mencari sorotan, Ilham membangun sistem. Di saat orang ramai berebut kursi, ia justru menyusun skema regenerasi. Ia meyakini bahwa panggung bukan segalanya, sebab panggung bisa direbut. Tapi struktur—dan ide yang mendasarinya—harus dibangun dengan sabar.

“Politik yang tidak punya proses kaderisasi itu ibarat bangunan tanpa pondasi. Mungkin tampak indah, tapi robohnya tinggal menunggu waktu,” ujarnya.

Jalan Pedang yang Sepi

Apa yang dipilih Ilham, bagi sebagian orang, mungkin bukan langkah cerdas secara instan. Ia meninggalkan jalur teknokrat yang lebih pasti dan mapan, dan memilih “jalan pedang yang sepi."

Tapi ia melangkah dengan sadar. Ia tahu bahwa perubahan tak datang dari luar sistem saja. Terkadang, ia harus dirintis dari dalam, dari ruang rapat organisasi, dari struktur partai, dari kerja-kerja yang tak selalu dilihat kamera.

Di usianya yang masih 35 tahun, Ilham Akbar Mustafa adalah contoh politisi muda yang tak hanya bicara tentang perubahan, tapi pelan-pelan membangunnya.

Bukan dari mikrofon, tapi dari mesin partai yang berdebu dan sering ditinggalkan. Dan dari sanalah, mungkin, akan lahir generasi politik baru yang lebih tangguh dan lebih siap menghadapi masa depan.