Polhum

Independensi Hukum di Indonesia, Prof Pangerang Moenta Soroti Relasi Politik dan Keadilan

MAKASSAR, UNHAS.TV - Sebagai negara hukum, Indonesia menjunjung tinggi prinsip rule of law di mana hukum memiliki kedudukan tertinggi dalam penyelenggaraan negara.

Namun dalam praktiknya, tarik-menarik antara kepentingan politik dan prinsip keadilan masih sering mewarnai wajah penegakan hukum.

Membahas isu ini, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Prof Dr A Pangerang Moenta SH MH DFM hadir dalam program Unhas Speakup untuk mengulas dinamika hubungan hukum dan politik di Indonesia, baik dari sisi teori, praktik, maupun refleksi ke depan.

Menurut Prof. Pangerang, hukum dan politik merupakan dua entitas yang tidak bisa dipisahkan. “Hukum tanpa politik akan lumpuh, sementara politik tanpa hukum melahirkan kesewenang-wenangan. Keduanya harus berjalan beriringan dan saling menopang,” ujarnya.

Ia menegaskan bahwa sistem hukum yang independen menjadi prasyarat penting bagi tercapainya keadilan. Intervensi dari elit politik atau kelompok kepentingan berpotensi melemahkan profesionalitas aparat hukum.

“Independensi hakim harus dijamin agar putusan yang dihasilkan sesuai dengan cita hukum: keadilan, kepastian, dan kemanfaatan,” jelasnya.

Menilik sejarah, Prof. Pangerang memaparkan bahwa relasi hukum dan politik di Indonesia terus mengalami perubahan dari era demokrasi liberal, demokrasi terpimpin, Orde Baru, hingga era reformasi. Meski konstitusi telah menegaskan Indonesia sebagai negara hukum, realitasnya pengaruh politik tetap kuat dalam proses pembentukan maupun pelaksanaan hukum.

Lebih lanjut, ia menyoroti faktor utama lemahnya penegakan hukum. Menurutnya, persoalan terbesar bukan pada substansi aturan, melainkan pada integritas aparat.

“Pengetahuan dan keterampilan aparat hukum sudah cukup baik, namun persoalan terbesar ada pada attitude dan integritas. Inilah yang harus dibenahi,” tegasnya.

Dalam penutup, Prof. Pangerang menekankan pentingnya peran pendidikan hukum, termasuk Fakultas Hukum Unhas, dalam mencetak generasi penegak hukum yang berpengetahuan, terampil, sekaligus berintegritas.

“Harapannya, lahir aparat hukum yang benar-benar menjadi penjaga keadilan, bukan alat kekuasaan,” pungkasnya.

Dengan demikian, independensi hukum di Indonesia tidak hanya menjadi tugas lembaga peradilan, tetapi juga membutuhkan dukungan masyarakat, integritas aparat, dan budaya politik yang sehat. (*)

(Venny Septiani Semuel / Unhas.TV)