Ekonomi

Jangan Hanya Ikut-Ikutan Berburu Emas, Investasi Itu Ada Caranya

MAKASSAR, UNHAS.TV - Semua orang menginginkan kekayaan mereka bertambah dan cara umum yang biasa ditempuh yakni dengan investasi atau menanamkan modal atau aset mereka ke instrumen investasi tertentu.

Salah satu instrumen investasi yang belakangan ini paling banyak dipilih yakni dengan membeli emas ketika nilai tukar Rupiah melemah terhadap Dollar AS. Kebetulan pada saat yang sama, harga emas terus melonjak.

Mereka yang membeli berpikir, inilah saatnya membeli emas dengan harapan di kemudian hari harganya naik dan bila dijual pada saatnya nanti, si pemilik emas akan mendapatkan keuntungan besar dari selisih penjualan dan pembelian.

Terhadap fenomena itu, Guru Besar Ekonomi Moneter Internasional dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin (Unhas) Prof Dr Anas Iswanto Anwar Makatutu SE MA CWM punya saran kepada mereka.

"Berinvestasi di emas itu baik, tapi harus hati-hati. Jangan asal ikut-ikutan," kata Prof Anas, peraih gelar Certified Wealth Manager (CWM), di acara Unhas Speak Up di Unhas.TV. 

Banyaknya orang berinvestasi ke emas adalah tren yang menarik walau secara ekonomi ini adalah fenomena sederhana karena harga suatu produk atau jasa sangat tergantung supply and demand atau pasokan dan permintaan. 

Menurut calon komisioner Bank Unhas ini, ada banyak hal yang menyebabkan lonjakan permintaan emas.

Pertama: persoalan kebijakan yang dikeluarkan Presiden AS Donald Trump terutama pada kebijakan reciprocal tariffs atau pengenaam tarif imbal-balik untuk impor barang yang masuk ke AS.

Kebijakan ini kemudian menimbulkan ketidakpastian. Ketidakpastian inilah yang memicu sentimen warga untuk segera memiliki emas.

Emas adalah salah satu pilihan investasi yang paling stabil. Namun, satu hal yang perlu diperhatikan, investasi emas itu tidak sama dengan investasi lain seperti deposito atau saham.

Hasil deposito berasal dari bunga yang dibayarkan bank tiap bulan. Hasil dari saham diperoleh dari perubahan harga jual-beli saham dan/atau dari dividen yang dibayarkan oleh emiten kepada pemilik saham. Adapun emas, manfaatnya diperoleh ketika terdapat selisuh jual dan beli.

Namun, emas tetap punya risiko dan karena itu tidak bisa dijadikan sebagai satu instrumen mutlak. "Prinsip investasi itu don't put your eggs in one basket, jangan taruh seluruh telurmu di satu keranjang karena ketika keranjang jatuh, seluruh telur pecah. Jadi, investasi emas harus dibarengi dengan instrumen investasi lainnya," ujar Wakil Dekan 3 Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unhas tersebut.

Ia juga menekankan kehati-hatian kepada mereka yang berinvestasi emas. Berinvestasi emas berarti mengeluarkan biaya rutin, salah satunya dengan biaya penyimpanan. Hal lain, harga emas bisa saja naik karena ulah spekulan tertentu. 

Spekulan ini sengaja membeli emas dalam jumlah besar lalu mengembuskan isu tertentu agar terjadi pembelian besar-besaran dengan harapan harga emas melambung tinggi.

"Selalu ada pihak yang memanfaatkan situasi. Jadi, tidak semata-mata lihat harganya naik. Perlu ada edukasi mengenai ini. Apakah harga emas akan selalu naik? Ini sangat tergantung situasi ekonomi, kalau lihat situasi terbaru, maka kemungkinan harga emas anak naik karena ketidakpastian," ujarnya. 

Terhadap kebijakan ekonomi yang diberlakukan Donald Trump dan berimbas ke Indonesia, Prof Anas menyarankan agar pemerintah Indonesia punya strategi khusus. Cadangan emas yang cukup besar yang dimiliki Indonesia, sudah saatnya dimanfaatkan lebih cerdas agar dunia Indonesia diperhitungkan di skala dunia. 

Indonesia yang kaya dengan kebudayaan dan kreativitas adalah modal untuk membuat produk-produk perhiasan berbasis emas yang harganya bisa lebih mahal bila dijual dalam bentuk mentah.  

"Tinggalkita cari pasar yang bisa menerima karya kreatif itu. Ada celah yang harus kita pikir tentang itu, ini tentang cara berpikir out of the box. Kalau negara memperlakukan emas sebagaimana business as usual, maka yang kita dapatkan ya begitu-begitu saja," katanya.

"masalahnya adalah, kita sering tiba masa tiba akal. Sudah jelas ada prospek emas tetapi kita tidak lihat ada regulasi, nanti muncul kasak-kusuk, baru panik. Itulah kelemaahan kita di dalam perencanaan," ujarnya lagi.(*)