Lebih lanjut, dosen dengan keahlian Eko Toksikologi ini mengatakan bahwa untuk mendeteksi adanya kontaminasi mikroplastik, dirinya tidak melakukan uji laboratorium, melainkan penelitian observasi.
Alasannya, karena dirinya memastikan perairan Indonesia yang sudah banyak tercemar mikroplastik. Sementara, Kanjappang jenis biota laut yang tidak memilah-milih mikroplastik yang masuk ke laut.
“Karena Kanjappang memakan apa saja yang ada di laut. Mereka menyerap apa saja yang ada di lingkungannya,” terangnya.
Tercatat hingga saat ini, beberapa perairan yang menjadi lokasi penelitian Professor di bidang Ekotoksilogi Perairan ini. Seperti, perairan Borong Kalukua yang ada di Maros.
“Sebelumnya saya juga pernah melakukan penelitian di Perairan Biringkassi, di Pangkep”, tambah Prof Khusnul, sapaannya itu.
Ia berencana, kedepannya juga akan dilakukan trans-lokasi dari perairan yang telah tercemar dan belum tercemar. Tujuannya untuk memastikan mampu tidaknya Kanjappang melakukan detoksifikasi.
“Organisme itu memiliki kemampuan detoksifikasi. Kita akan melihat apakah Kanjappang ini bisa mengeluarkan semua bahan tercemar yang ada ditubuhnya jika dipindahkan dari perairan yang kotor ke perairan yang bersih,” jelasnya kepada Iffa, Host Unhas Speak itu.
Selain itu, jelas akan dilakukan budidaya Kanjappang di perairan yang telah tercemar mikroplastik. Tujuannya agar Kanjappang sebagai bio adsorben atau biota yang menyerap seluruh mikroplastik yang masuk ke perairan itu.
“Lalu, kita panen dan dagingnya kita olah bukan untuk dimakan tetapi ke hal yang lebih positif, seperti biofuel karena dia punya lemak dan bisa jadi bahan bakar,” tuturnya.
Diketahui, pendanaan dari Korea-Indonesia MTCRC ini berlaku selama 4 bulan. Hasilnya nanti akan dipublikasi pada jurnal internasional terakreditasi. (*)
(Zulkarnaen Jumar Taufik / Unhas.TV)