Mahasiswa

Membedah Stunting di Jeneponto: Mahasiswa FKM Unhas Beraksi, Masa Depan Anak Negeri Teruji

fkm

JENEPONTO, UNHAS.TV – Sepenggal asa untuk generasi penerus disemai di Kantor Desa Bontosunggu, Kecamatan Tamalatea, Kabupaten Jeneponto, Selasa (24/06). Sekelompok mahasiswa dari Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Hasanuddin (Unhas) yang tergabung dalam Posko 23 Praktik Belajar Lapangan (PBL) III, menggelar seminar awal yang bukan sekadar formalitas, melainkan sebuah gerbang evaluasi untuk program intervensi kesehatan yang telah mereka jalankan sejak Januari lalu. Fokus utamanya: stunting, momok pertumbuhan anak yang masih menghantui banyak wilayah di Indonesia.

Acara yang dimulai pukul 10.00 WITA ini dihadiri oleh 22 peserta, perwakilan vital dari berbagai lini pemerintahan desa hingga masyarakat. Ada Ketua BPD, Bendahara Desa, para Kepala Dusun, hingga para Kader Posyandu yang menjadi garda terdepan kesehatan di akar rumput. Kehadiran mereka bukan hanya untuk mendengarkan, melainkan untuk bersama-sama mengukur sejauh mana intervensi yang telah dilakukan mampu merajut harapan.

Kolaborasi Lintas Ilmu Demi Masa Depan Anak

Tim Posko 23 ini bukan sembarang tim. Di bawah bimbingan Dosen Supervisor St. Rosmanely, SKM., MKM., enam mahasiswa dari beragam departemen FKM Unhas bersinergi. Ada Nur Alisa Rahim (Kesehatan Lingkungan) yang memahami betul dampak lingkungan, Inayah Nur Rahmaniyah (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) yang mengkaji aspek keamanan, Isni Apriana (Epidemiologi) yang mendalami pola penyakit, Fitri Siska Busdir (Administrasi dan Kebijakan Kesehatan) yang melihat dari kacamata tata kelola, Muhammad Azizul Hakim (Manajemen Rumah Sakit) yang memahami sistem pelayanan, serta Ahmad Khairul Aqila (Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku) yang menjadi ujung tombak perubahan perilaku. Kolaborasi lintas ilmu ini menjadi kunci, mengingat kompleksitas masalah stunting yang membutuhkan penanganan multidimensi.

Seminar dibuka dengan sambutan hangat dari Koordinator Desa Posko 23, Isni Apriana, dilanjutkan dengan pembukaan resmi oleh Ketua BPD, Bapak Syamsuddin. Dalam pemaparannya, para mahasiswa menjelaskan esensi dari PBL III ini: sebuah evaluasi mendalam terhadap program-program yang telah dilaksanakan pada PBL II, khususnya yang berfokus pada pencegahan stunting.

Intervensi Bermakna, Sejalan dengan SDGs

Program intervensi yang telah digulirkan pada PBL II mencakup berbagai edukasi krusial. Mulai dari penyuluhan bahaya merokok dan risiko pernikahan dini kepada siswa SMP, pengelolaan sampah kepada siswa SD, hingga edukasi khusus tentang stunting bagi ibu hamil dan ibu dengan anak usia di bawah dua tahun (baduta). Semua ini selaras dengan semangat Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), terutama Tujuan ke-3: Kehidupan Sehat dan Sejahtera (Good Health and Well-being). Melalui pendekatan edukatif dan pemberdayaan masyarakat, intervensi ini diharapkan mampu menyulut kesadaran masyarakat Desa Bontosunggu untuk bersama-sama menekan prevalensi stunting.


Para mahasiswa Posko 23 FKM Unhas bersama Dosen Supervisor mereka, St. Rosmanely, SKM., MKM., usai menggelar Seminar Awal PBL III di Desa Bontosunggu, Jeneponto (24/06/2025). Seminar ini menandai dimulainya evaluasi program intervensi stunting yang telah mereka laksanakan. Kredit: FKM Unhas.
Para mahasiswa Posko 23 FKM Unhas bersama Dosen Supervisor mereka, St. Rosmanely, SKM., MKM., usai menggelar Seminar Awal PBL III di Desa Bontosunggu, Jeneponto (24/06/2025). Seminar ini menandai dimulainya evaluasi program intervensi stunting yang telah mereka laksanakan. Kredit: FKM Unhas.


Data Berbicara, Antusiasme Memicu Diskusi

Momen paling menarik justru muncul saat sesi pemaparan evaluasi. Berbagai pihak menunjukkan respons positif yang luar biasa. Antusiasme memuncak dalam diskusi tanya jawab yang hidup. Ketua BPD Desa Bontosunggu, Bapak Syamsuddin, tak ragu melontarkan pertanyaan tajam: "Mengapa Desa Bontosunggu menempati peringkat ke-2 dengan prevalensi stunting tertinggi di Kecamatan Tamalatea?"

Nur Alisa Rahim, salah satu mahasiswa Posko 23, dengan sigap menjawab. Berdasarkan analisis masalah dan data yang dikumpulkan pada PBL I, terungkap empat faktor utama penyebab tingginya prevalensi stunting di Desa Bontosunggu:

  • Rendahnya pengetahuan ibu terkait stunting.
  • Buruknya pengelolaan sampah.
  • Riwayat merokok di kalangan keluarga.
  • Tingginya angka pernikahan dini.

Jawaban ini diperkuat oleh Bapak Usman A.Md. Kep., salah satu Kepala Dusun, yang menegaskan, "Dalam melakukan pencegahan stunting yang efektif, diperlukan peran dari beberapa pihak, yaitu pihak pemangku kebijakan dan masyarakat itu sendiri, karena stunting merupakan masalah multi sektoral." Pernyataan ini menjadi pengingat penting bahwa penanganan stunting bukanlah tanggung jawab satu pihak, melainkan sebuah kerja kolektif yang menuntut sinergi dari seluruh elemen masyarakat.

Program PBL III ini bukan hanya tentang evaluasi, melainkan juga tentang menancapkan fondasi kuat bagi peningkatan derajat kesehatan masyarakat Desa Bontosunggu. Dengan mengedepankan pendekatan berbasis pemberdayaan, diharapkan masyarakat tak lagi menjadi objek, melainkan subjek aktif dalam membangun masa depan yang lebih sehat bagi anak-anak mereka. Ini adalah langkah nyata, membuktikan bahwa karya manusia, dengan data dan semangat yang membara, jauh lebih berharga dari sekadar algoritma.(*)