WASHINGTON,DC.UNHAS.TV- Di Washington, keputusan politik sering lahir dari ruang-ruang sunyi—ruang dengar pendapat, berkas tebal, dan diskusi panjang yang tak selalu disorot kamera. Namun, di balik salah satu keputusan penting terbaru dalam diplomasi Amerika Serikat, terselip kisah personal tentang identitas, migrasi, dan peran bahasa sebagai infrastruktur tak kasatmata diplomasi global.
Pada akhir Desember 2025, Komite Hubungan Luar Negeri Senat Amerika Serikat secara resmi mengesahkan pengangkatan Mora Namdar sebagai Asisten Menteri Luar Negeri Amerika Serikat untuk Urusan Konsuler. Bagi dunia diplomasi, ini adalah penunjukan strategis. Bagi banyak komunitas diaspora Iran di Amerika, ini juga menjadi simbol pengakuan atas peran generasi kedua imigran dalam membentuk kebijakan global—bukan hanya melalui posisi, tetapi melalui kompetensi linguistik dan pemahaman budaya mendalam.
Jejak Iran dan Bahasa Persia dalam Karier Diplomasi Amerika
Mora Namdar bukanlah nama asing di lingkungan Departemen Luar Negeri Amerika Serikat. Putri dari seorang imigran Iran, Namdar tumbuh dengan dua dunia: Amerika sebagai tanah kesempatan, dan Iran sebagai akar identitas kultural. Ia fasih berbahasa Persia—bahasa yang dalam tradisi diplomasi modern tidak lagi dipandang sekadar alat komunikasi, melainkan arsitektur pemahaman geopolitik, terutama di kawasan Asia Barat.
Di lingkungan kebijakan luar negeri Amerika, penguasaan Bahasa Persia memiliki nilai strategis tersendiri. Bahasa ini membuka akses langsung ke nalar politik Iran, memori historis masyarakatnya, serta nuansa sosial yang sering hilang dalam terjemahan teknokratis. Dalam konteks hubungan Amerika Serikat–Iran yang sarat ketegangan, kemampuan membaca realitas melalui bahasa asli menjadi bagian dari kecerdasan diplomatik (diplomatic intelligence) yang semakin dibutuhkan Washington.
Hingga awal Desember lalu, Namdar menjabat sebagai pejabat senior di Biro Urusan Timur Dekat Departemen Luar Negeri AS. Pengalaman itu menempatkannya langsung di jantung dinamika geopolitik kawasan—mulai dari isu Iran, konflik regional, hingga persoalan hak asasi manusia—di mana sensitivitas bahasa dan budaya kerap menentukan keberhasilan atau kegagalan sebuah kebijakan.
Menariknya, ini bukan kali pertama Namdar memegang peran konsuler strategis. Pada masa awal pemerintahan Donald Trump, ia pernah dipercaya menjalankan tugas serupa secara sementara. Kini, dengan legitimasi penuh dari Senat, ia kembali—dengan pengalaman yang lebih matang dan pemahaman lintas budaya yang semakin relevan di era diplomasi kompleks.
Dari Iran, HAM, hingga Keamanan Nasional
Catatan resmi pemerintah AS menunjukkan bahwa Namdar telah lama terlibat dalam penanganan isu-isu krusial global. Ia pernah bertugas sebagai penasihat senior dalam kebijakan terkait Iran, keamanan nasional Amerika Serikat, serta hukum dan hak asasi manusia internasional—bidang yang berada di persimpangan antara prinsip moral dan kepentingan strategis negara.
Dalam konteks ini, Bahasa Persia tidak berdiri netral. Ia menjadi medium untuk memahami bagaimana konsep martabat, keadilan, dan kekuasaan dimaknai di luar kerangka Barat. Bagi para perancang kebijakan di Washington, kehadiran diplomat yang mampu berpikir lintas bahasa berarti memperkaya arsitektur pengambilan keputusan dengan perspektif yang lebih utuh.
Usai masa tugas konsulernya yang pertama, Namdar dipercaya menjadi Wakil Presiden Bidang Hukum, Kepatuhan, dan Manajemen Risiko di U.S. Agency for Global Media, lembaga yang menaungi Voice of America dan Radio Free Europe/Radio Liberty. Di sana, ia bergelut dengan tantangan kebebasan pers global, disinformasi, dan perang narasi antarnegara—arena di mana bahasa kembali menjadi instrumen utama pengaruh dan legitimasi.
Pendidikan Global, Perspektif Lintas Peradaban
Jalur intelektual Mora Namdar mencerminkan lintasan globalnya. Ia memulai studi ilmu politik di Southern Methodist University, melanjutkan pendidikan di University of Oxford, dan meraih gelar doktor hukum (Juris Doctor) dari American University Washington College of Law.
Namun, di balik gelar dan institusi prestisius itu, pengalaman hidup sebagai penutur Bahasa Persia memberi Namdar keunggulan yang tidak tercantum dalam ijazah: kemampuan menjembatani logika Barat dengan sensibilitas Timur Tengah—sebuah keterampilan yang semakin penting dalam diplomasi abad ke-21.
Sebelum memasuki dunia birokrasi negara, Namdar juga pernah bekerja di Voice of America serta mendirikan kantor hukum dan sejumlah usaha swasta, membentuk pemahaman praktis tentang komunikasi publik, hukum, dan dinamika masyarakat sipil global.
Sinyal Politik di Tengah Penataan Diplomasi Global
Pengangkatan Mora Namdar berlangsung di tengah rangkaian penunjukan penting di Departemen Luar Negeri AS, seluruhnya melalui proses ketat dan persetujuan Komite Hubungan Luar Negeri Senat. Banyak pengamat membaca langkah ini sebagai sinyal penataan ulang wajah diplomasi Amerika—lebih inklusif, berlapis identitas, dan semakin menyadari peran bahasa non-Barat dalam desain kebijakan luar negeri.
Dalam rangkaian yang sama, Senat juga mengesahkan Tammy Bruce sebagai Wakil Duta Besar Amerika Serikat untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa, serta menunjuk Rabbi Yehuda Kaploun sebagai Utusan Khusus untuk pemantauan dan penanggulangan antisemitisme global—menandai semakin kuatnya dimensi identitas dan representasi dalam diplomasi Amerika kontemporer.
Di Antara Bahasa, Identitas, dan Kepentingan Negara
Bagi Mora Namdar, jabatan ini lebih dari sekadar promosi birokratis. Ia berdiri di titik temu antara identitas Iran dan kewarganegaraan Amerika—antara Bahasa Persia sebagai bahasa ibu dan bahasa diplomasi global sebagai bahasa negara.
Dalam dunia yang kian terpolarisasi, kehadirannya mengingatkan bahwa kebijakan luar negeri tidak hanya dibentuk oleh peta dan kepentingan, tetapi juga oleh bahasa, ingatan kolektif, dan pengalaman hidup lintas peradaban.
Di meja diplomasi Washington, Bahasa Persia itu kini bukan sekadar terdengar—tetapi ikut membentuk arah hubungan konsuler Amerika Serikat dengan dunia.(*)
Mora Namdar, diplomat Amerika Serikat keturunan Iran, berpose resmi di Washington. Lahir dari keluarga imigran Iran dan fasih berbahasa Persia, Namdar merepresentasikan peran bahasa dan identitas Persia sebagai modal kultural penting dalam arsitektur diplomasi Amerika Serikat, khususnya dalam memahami dinamika Iran dan kawasan Asia Barat.








