Nasional
Polhum

Prabowo Segera Bangun Bank Emas, Seberapa Besar Pengaruhnya bagi Ekonomi Indonesia?

Hari itu, 15 Februari 2025, aula istana dipenuhi oleh pejabat tinggi, ekonom, dan awak media yang menunggu dengan penuh antisipasi. Di tengah suasana penuh tanda tanya, Presiden Prabowo Subianto berdiri di podium, wajahnya penuh keyakinan. 

Ketika ia mengumumkan rencana besar pembentukan Bank Emas, ruangan segera dipenuhi dengan bisik-bisik dan tatapan penuh kebingungan. Banyak yang bertanya-tanya, apa sebenarnya tujuan kebijakan ini? Apakah ini langkah strategis untuk memperkuat ekonomi atau justru petualangan ekonomi yang penuh risiko?

Dalam sebuah pernyataan resmi, Prabowo menegaskan bahwa langkah ini akan mengurangi ketergantungan pada mata uang asing, memperkuat cadangan devisa, dan meningkatkan kepercayaan investor terhadap stabilitas ekonomi nasional.

Rencana ini mendapat sorotan tajam dari berbagai kalangan. Banyak yang optimis bahwa Bank Emas akan menjadi instrumen stabilisasi nilai tukar rupiah, memberikan perlindungan terhadap inflasi, dan memberdayakan industri pertambangan dalam negeri. 

Indonesia, sebagai salah satu negara penghasil emas terbesar di dunia, memiliki peluang besar untuk memperkuat perekonomiannya dengan menyimpan cadangan emas yang lebih signifikan.

Namun, ada pula tantangan yang tidak bisa diabaikan. Modal awal yang diperlukan untuk membangun Bank Emas sangat besar. Infrastruktur, sistem penyimpanan, dan regulasi yang mendukung harus dipersiapkan dengan matang agar tidak membebani fiskal negara. 

Selain itu, pengelolaan aset emas juga menjadi tantangan tersendiri, mengingat emas adalah aset fisik yang rentan terhadap pencurian dan spekulasi pasar global.

Dalam laporan Reuters, sejumlah analis berpendapat bahwa keberhasilan kebijakan ini sangat bergantung pada tata kelola yang transparan dan efisien. "Jika tidak dikelola dengan baik, Bank Emas bisa menjadi beban bagi ekonomi ketimbang solusi," ujar seorang analis ekonomi dari Bloomberg. 

The Financial Times juga menyoroti bahwa harga emas, meskipun dianggap lebih stabil dibandingkan mata uang fiat, tetap mengalami fluktuasi yang dapat berisiko jika terlalu diandalkan sebagai cadangan utama.

Ekonom senior dari Universitas Indonesia menambahkan bahwa "Bank Emas harus dikombinasikan dengan kebijakan fiskal dan moneter yang kuat. Jika tidak, langkah ini bisa menjadi kontraproduktif." 

Sementara itu, seorang ekonom dari London School of Economics menekankan bahwa "keberhasilan kebijakan ini tergantung pada keterbukaan pemerintah dalam mengelola aset dan memastikan Bank Emas tidak menjadi alat spekulatif semata."

Negara lain telah mencoba menerapkan konsep serupa. Rusia dan China, misalnya, telah menyimpan cadangan emas dalam jumlah besar sebagai strategi untuk mengurangi ketergantungan pada dolar AS dan memperkuat stabilitas ekonomi mereka. 

Langkah ini telah membantu kedua negara dalam menghadapi sanksi ekonomi serta memperkuat posisi mereka di pasar keuangan global. 

Dengan cadangan emas yang signifikan, mereka mampu meningkatkan kepercayaan terhadap mata uang nasional mereka dan mengurangi risiko volatilitas akibat ketidakstabilan ekonomi global. Swiss, misalnya, berhasil membangun kepercayaan global melalui sistem penyimpanan emas yang kuat.

Uni Emirat Arab juga menggunakan emas sebagai instrumen untuk menarik investasi asing. 

Sebaliknya, Venezuela pernah mencoba mengandalkan cadangan emasnya dalam menghadapi krisis ekonomi, tetapi langkah ini gagal karena masalah tata kelola dan tekanan eksternal yang besar.

Sejauh ini, belum ada rincian teknis mengenai bagaimana Bank Emas akan beroperasi di Indonesia. Para ekonom menilai bahwa sebelum kebijakan ini diterapkan, pemerintah perlu melakukan kajian mendalam agar benar-benar memberikan manfaat jangka panjang bagi ekonomi nasional. Untuk memastikan keberhasilannya, pemerintahan Prabowo perlu menyusun regulasi yang ketat terkait pengelolaan cadangan emas, membangun infrastruktur penyimpanan yang aman, serta memastikan transparansi dalam operasional Bank Emas.

Selain itu, pemerintah harus menjalin kerja sama dengan lembaga keuangan internasional guna meningkatkan kredibilitas kebijakan ini di mata dunia.

Jika dirancang dengan baik, Bank Emas bisa menjadi terobosan besar. Namun, tanpa perencanaan yang matang, kebijakan ini berisiko menjadi beban baru yang sulit dikendalikan.(*)