Unhas Speak Up

Revisi Batas Kemiskinan Nasional, Dosen FEB Unhas Soroti Dampaknya pada Kebijakan Sosial

MAKASSAR, UNHAS.TV - Badan Pusat Statistik (BPS) tengah mengkaji revisi batas garis kemiskinan nasional untuk pertama kalinya dalam 27 tahun. Rencana ini memicu diskusi luas mengenai implikasi kebijakan dan potensi lonjakan angka kemiskinan di Indonesia.

Menanggapi hal tersebut, Dosen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin (FEB Unhas), Dr Munawwarah S Mubarak SE MSi hadir dalam program Unhas Speak Up untuk mengupas urgensi dan dampak dari revisi ini.

Dalam pemaparannya, Munawwarah menilai revisi ini sebagai langkah penting untuk memperbarui standar pengukuran yang lebih mencerminkan kondisi sosial-ekonomi masyarakat saat ini.

“Selama hampir tiga dekade, standar garis kemiskinan kita belum berubah signifikan. Padahal, kebutuhan hidup, pola konsumsi, dan harga barang pokok sudah jauh berkembang. Revisi ini dibutuhkan agar data kemiskinan yang dihasilkan lebih akurat dan relevan untuk pengambilan kebijakan,” ujarnya.

Namun, ia juga mengingatkan bahwa konsekuensi dari revisi ini bisa cukup besar. Jika ambang batas kemiskinan dinaikkan, maka jumlah penduduk yang dikategorikan miskin bisa melonjak drastis.

“Bayangkan jika angka kemiskinan naik menjadi 20 persen. Ini bukan hanya soal statistik, tetapi juga menyangkut kebutuhan riil masyarakat terhadap bantuan sosial.

"Artinya, beban fiskal negara bisa ikut meningkat untuk menjangkau kelompok masyarakat yang lebih luas,” jelas Munawwarah.

Ia menambahkan bahwa kebijakan sosial dan alokasi anggaran pemerintah harus disesuaikan secara proporsional jika revisi ini diterapkan. Jangan sampai, lanjutnya, angka kemiskinan yang meningkat tidak diiringi dengan penguatan program perlindungan sosial.

Dengan langkah strategis seperti revisi garis kemiskinan, diharapkan kebijakan yang dihasilkan lebih tepat sasaran dan responsif terhadap dinamika sosial ekonomi masyarakat Indonesia masa kini. 

(Venny Septiani Semuel / Unhas.TV)