
Rod Brazier, alumnus Universitas Hasanuddin tahun 1990, secara resmi diterima oleh Presiden Prabowo Subianto sebagai Duta Besar Australia untuk Indonesia. Sebuah kebanggaan bagi Unhas yang terus melahirkan jaringan global lintas negara. Kredit: Australian Embassy.
Alumni sebagai Duta, Kampus sebagai Arena Dunia
Brazier sendiri merupakan figur dengan rekam jejak diplomasi yang impresif. Ia pernah menjabat sebagai Deputy Secretary di Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia (DFAT), serta menjadi Komisaris Tinggi untuk Kepulauan Solomon. Ia juga pernah memimpin Divisi Kebijakan Internasional di Kantor Perdana Menteri Australia. Latar akademiknya berasal dari Griffith University dan Fletcher School of Law and Diplomacy di Tufts University, dua institusi yang juga menyoroti penunjukannya sebagai Duta Besar di situs resmi mereka.
Dalam konteks ini, Brazier tak hanya mewakili Australia, tetapi secara simbolik juga membawa nama Unhas ke arena internasional. Bagi Prof. Andi, hal ini menjadi semacam pengingat bahwa alumni—terlepas dari latar kebangsaan atau durasi studi—adalah bagian penting dari ekosistem global Unhas.
"Kita ingin membangun budaya alumni yang tidak hanya berpikir tentang masa lalu, tapi juga bergerak untuk masa depan Unhas. Jejak Brazier adalah pengingat bahwa setiap pengalaman belajar di Unhas bisa menjadi titik mula dari perjalanan luar biasa," ucap Prof. Andi menutup.
Dari kampus merah di Makassar hingga Istana Merdeka di Jakarta, dan bahkan ke panggung diplomasi global, kisah Rod Brazier adalah pengingat bahwa Unhas bukan hanya tempat belajar—tetapi juga tempat membangun dunia.(*)