MAKASSAR, UNHAS.TV - Kasus pembunuhan oleh keluarga terdekat sudah tidak asing lagi di telinga. Bahkan Februari lalu seorang ibu tega membunuh buah hatinya sendiri lantaran depresi akibat tekanan psikologis dari berbagai pihak
ibu muda ini tega membunuh bayinya setelah bertengkar dengan ibu mertuanya perihal memasak. Cibiran tetangga terkait kondisi anaknya yang belum bisa merangkak di usianya yang sudah 9 bulan membuat pelaku makin nekat.
Apakah sebenarnya yang menyebabkan seorang ibu tega menghabisi buah hatinya sendiri? Berikut penjelasan dosen psikologi Universitas Hasanuddin, Susi Susanti, S.Psi., Psikolog.
“Menjadi perempuan itu adalah momen terindah dalam hidup. Perempuan itu mahluk sangat kuat, luwes, dan multitasking,” jelas Susi.
Kendati demikian, menurut Susi, perempuan juga mahluk yang rentan tekanan. Seorang ibu setelah melahirkan, secara otomatis akan memiliki tekanan dari lingkungan sendiri.
Misalnya, merasa tidak nyaman karena dirinya tidak cantik dan jenuh mengurusi bayi terus menerus. Hal ini juga dapat diperparah dengan tekanan dari luar seperti dari tetangga.
Susi menuturkan bahwa dirinya paham betul bahwa kehidupan ibu yang baru melahirkan itu sangat berat. Maka, diperlukan sosok yang bisa menjadi support system untuk membantu dan mendukung kondisi mental seorang ibu, bukan justru sebaliknya.
“Menjadi tetangga seharusnya bisa menahan diri agar tidak mengeluarkan komentar yang menyakiti apalagi sesama perempuan harusnya saling mendukung dan memahami,” tambahnya.
Ia menuturkan, setiap ibu pasti akan melewati fase tersebut meski dengan respon berbeda-beda dari setiap pribadi. Fase ini dikenal dengan istilah “baby blues” yaitu kondisi tekanan mental yang dialami ibu ketika baru melahirkan.
Maka diharapkan perlunya pengetahuan bagi masyarakat agar bisa menghargai dan menyanyangi ibu yang baru melahirkan apalagi kalau usianya masih dewasa awal.
>> Baca Selanjutnya