News
Pendidikan
Program

Sosok Butet Manurung: Merdeka Berpikir dan Menghidupi Panggilan Hati

Founder Sokola Rimba, Butet Manurung, saat hadir membawakan Kuliah Umum bertajuk Studying with, not studying on di Aula Prof. Syukur Abdullah, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Kampus Universitas Hasanuddin, Makassar, Jumat (7/11/2025). (dok unhas tv/rizka fraja)

MAKASSAR, UNHAS.TV - Sosok Butet Manurung dikenal luas sebagai pendidik yang memilih jalan berbeda. Di saat banyak orang berkarier di balik meja kantor, Butet justru menapaki jalan terjal di tengah hutan.

Ia memilih bersama masyarakat adat di Provinsi Jambi, untuk memperjuangkan hak mereka atas pendidikan. Bagi Butet, pilihan menepi dan berpihak pada warga marginal itu bukan bentuk pengorbanan, melainkan cara untuk setia pada panggilan hatinya.

“Ada orang yang tidak mendengarkan kata hatinya. Aku tidak nyaman kalau bekerja seperti orang kantoran. Aku nyamannya seperti ini, dan aku tidak merasa berkorban, karena ini zona nyamanku,” ungkapnya.

Butet hadir membawakan Kuliah Umum bertajuk Studying with, not studying on di Aula Prof. Syukur Abdullah, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin, Jumat (7/11/2025).

Wanita berdarah Batak ini merupakan alumnus program studi Antropologi FISIP Unpad pada 1991. Dan tiga tahun kuliah Antropologi, Butet ikut ujian masuk PTN yang kemudian membuatnya lulus di Sastra Indonesia Unpad. 

Dihadapan puluhan mahasiswa FISIP Unhas, Butet menuturkan, menjadi dirinya berarti berani mempercayai intuisi dan keyakinan pribadi, bahkan ketika jalan yang dipilih tampak tidak umum.

Ia percaya, setiap orang memiliki “hutan” masing-masing, ruang di mana mereka bisa menemukan makna hidup, jika berani mendengarkan suara hati sendiri.

“Alangkah baiknya kalau setiap orang bisa menghidupi mimpinya, mendengarkan kata hatinya, dan mempercayainya. Kita harus merdeka berpikir dulu sebelum bisa merasa merdeka memilih yang lain,” ujarnya.

Dalam refleksinya, Butet menyinggung pemikiran Kartini sebagai dasar keberanian berpikir merdeka, khususnya bagi perempuan. Menurutnya, banyak orang sudah terkungkung bahkan sebelum bertindak, karena terlalu banyak kata “tapi” yang menahan langkah.

“Kadang orang bilang, saya suka ke hutan tapi takut gelap. Ya, bereskan dulu tapi-tapinya. Kalau mau tahu bagaimana menjadi Butet Manurung, ya kesampingkan ‘tapi’. Apa yang ingin dicapai, ya lakukan, tanpa tapi-tapi,” jelasnya sambil tersenyum.

Bagi Butet, menjadi dirinya bukan soal profesi atau reputasi, tetapi tentang keberanian untuk jujur pada diri sendiri. Jalan hidupnya yang berpihak pada masyarakat adat melalui Sokola Rimba adalah bentuk nyata dari kebebasan berpikir dan keberanian bertindak.

Melalui pesannya, Butet mengingatkan bahwa kemerdekaan sejati dimulai dari keberanian memilih dan mempercayai kata hati, bahkan ketika dunia menawarkan jalan yang lebih mudah.

(Rizka Fraja / Unhas TV)