
Mantan presiden Prancis François Hollande di Paris, Prancis pada 13 April 2025. Credit: Daniel Perron/Hans Lucas. AFP)
Kisah Haru Pengungsi Ilmiah
Eric Berton dalam opininya mengungkapkan bahwa banyak permohonan dikirim melalui sistem terenkripsi—menandakan betapa serius dan sensitifnya situasi yang dialami para ilmuwan. “Bersama dengan berkas-berkas itu,” tulisnya, “datang pula kisah-kisah yang menggetarkan hati: tentang tekanan, pengucilan, hingga rasa takut yang menghantui keseharian para peneliti di Amerika.”
Gagasan ini mendapat dukungan penuh dari François Hollande. Dalam tulisannya bersama Berton, Hollande menegaskan bahwa pekerjaan ilmiah kini menjadi sasaran propaganda rezim otoriter, serupa dengan jurnalisme dan aktivisme politik. Menurutnya, memberikan perlindungan adalah sebuah kewajiban moral, khususnya bagi ilmuwan di bidang vital seperti krisis iklim.
“Jika mereka dihentikan, dihambat, atau dibungkam,” ujar Hollande dalam wawancara dengan France Inter, “maka kemanusiaan ikut kehilangan langkah majunya.”
Senin lalu, Hollande resmi mengajukan rancangan undang-undang ke Majelis Nasional. Isinya: memberi perlindungan tambahan kepada akademisi yang kebebasan ilmiahnya terancam, bahkan jika mereka tak memenuhi syarat sebagai pengungsi biasa. Prosesnya dijanjikan lebih cepat, lebih jelas, dan lebih manusiawi.
“Ini adalah respons atas sebuah momen sejarah,” tegas Hollande. “Saat Amerika menutup diri dan rezim otoriter semakin represif, Perancis harus kembali menjadi tanah pencerahan—tempat di mana ilmu, pemikiran, dan mereka yang tertindas, menemukan harapan.” (*)